Monday, February 23, 2009

Polisi Menyebalkan, Lelaki Pasrah dan Selat Segar

Cerita ini berawal dari ke-sebel-an ku saat makan siang bersama teman ku di Manahan. Aku masih inget banget, hari itu hari Selasa, 16 desember 2008. Nggak tau tuh judulnya nyambung apa nggak.

Ceritanya begini.

Kebetulan siang itu aku keluar untuk makan siang dengan temanku. Kita udah janjian. Biasanya sih aku makan siang dengan teman-teman di kantor, nggak keluar. Tapi karena udah janji, lagipula udah lama nggak ketemu sama temenku itu, ya udah akhirnya keluar. Kita pengen makan selat segar nih, tapi ndilalah di belakang PDAM (deket kantorku) selat segarnya habis. So, nyari tempat lain, kita langsung ke Manahan aja, deketnya Poltabes Surakarta, disana kan banyak tempat kuliner asyik yang berderet. Tanpa berlama-lama nyari, kita mutusin untuk makan di warung selat paling pojok, kebetulan berhadapan dengan parkir Poltabes. Udah dapat tempat makan dan ambil tempat duduk, kita nunggu pesenan datang sambil ngobrol-ngobrol. Lagi asyiknya ngobrol, eh tiba-tiba mataku tertuju pada sebuah “adegan menyebalkan” di depan gerbang parkir Poltabes. Apa coba?

Seorang polisi, entah siapa namanya (nggak penting kali!) kira-kira umur 40-50an tahun (kayaknya udah senior sih) dengan asyiknya menge-lap kacamata jadul-nya (bisa ngebayangin kacamata bapak-bapak kan?) dengan memakai baju seorang laki-laki yang lebih muda darinya (yah kira-kira 30an tahun lah).

Nyebelin banget gak sih???

Sebel, sebel, sebel ... 88888 kali!!!

Kalo dilihat-lihat sih, kayaknya laki-laki itu (korban si polisi menyebalkan) semacam tukang parkir (sejenisnya) di Poltabes Manahan itu. Bukannya merendahkan, tapi memang sepertinya laki-laki itu masih masuk kategori “kaum proletar”. Tampangnya itu lho, memelas dan pasrah banget, bikin aku sedih dan merasa ikut bersalah. Hiks ..

Habis liat pemandangan itu, selera makanku tiba-tiba hilang. Temenku juga ikut-ikutan sebel. Tapi kita tetep makan kok, hehehe, sambil nggrundel-nggrundel nggak jelas saking sebelnya liat pemandangan di dekat kantor kepolisian itu. Sayangnya, pemandangan menyebalkan tadi nggak sempat kuabadikan, kebetulan lagi nggak bawa camdig. Padahal, bisa jadi “berita heboh” tuh di dunia kepolisian Solo! Hehe.

Yang bikin aku sebel tuh si polisi tua itu (sorry ya pak, ku sebut tua ... emang bener kok) seolah-olah orang yang “tinggi” dan uda ngerasa jadi pejabat kepolisian yang terkenal kali, jadi ngerasa boleh “semena-mena” sama orang lain yang lebih rendah (secara strata sosial, mungkin) dari dia. Udah gitu yang tambah bikin gregetan itu, laki-laki korban polisi itu memelas banget tampangnya! Kayaknya nrimo bin pasrah banget kalo di perlakukan kayak gitu sama polisi tua. Pikirnya, dia kan hanya orang biasa (rakyat kecil, maksudnya), jadi ya harus pasrah di perlakukan kayak apapun sama orang yang merasa “besar” kayak polisi tua tadi. Mungkin laki-laki itu segan atau pakewuh atau malah takut sama polisi tua tadi kalo menolak bajunya untuk dijadikan “lap kacamata” polisi tua. Kasihan banget gak sih?? Gak punya perasaan en gak punya etika banget tuh polisi tua, apalagi di depan publik! Mending kalo di tempat yang tersembunyi, eh ntar malah tambah parah kejadiannya. Ya mending nggak usah deh!

Sampai-sampai gara-gara ngelihat pemandangan itu, respect-ku terhadap instansi kepolisian dan isinya (terutama polisi-polisi nyebelin macam itu) turun drastis, bahkan hilang! Udah banyak hal-hal yang membuatku tidak lagi merasa bahwa mereka-mereka itu (para polisi nyebelin) adalah pengayom masyarakat. Pengayom masyarakat yang mana? Masyarakat yang punya predikat kelas kakap kayak koruptor-koruptor tersohor di negeri ini?? Dan jadi “musuh” bagi mujahid-mujahid yang tengah berjuang menegakkan syariat Islam di bumi muslim terbesar ini?? Nggak seharusnya “teladan-teladan buruk” tadi dibiarkan merajalela, bisa jadi preseden buruk juga buat citra polisi di masyarakat. Udah jelek, kok tambah dijelek-jelekkin lagi. Kasihan!

Loh, kok nyerempet-nyerempet sampai sini, he8.

Bukan bermaksud menjelek-njelekkan sih, cuman aku ngerasa nggak rela aja, kalo hal-hal kecil kayak kejadian di atas terulang lagi. Bukannya semua manusia itu sama di hadapan Alloh? Nggak ada yang lebih “kakap” maupun lebih “teri”. Yang membedakan hanya “taqwa”. Bukankah seharusnya kita bisa saling menghargai dan menghormati satu sama lain? Huh... susah sih, tapi apa salahnya mencoba untuk selalu menjadi lebih baik.

Udah ah ...

Pesen buat polisi tua menyebalkan : Saya jadi penasaran, apa memang anda merasa lebih “hebat” dan lebih “baik” dari laki-laki yang ada jadikan korban “lap” itu? Lain kali kalo mau nge-lap kacamata pakai baju sendiri aja, jangan pakai baju orang lain! Gimana kalo posisi anda terbalik, anda yang jadi korbannya???

Buat laki-laki korban polisi tua : Anda memang tak salah membantu orang lain yang sedang “kesusahan” tapi anda terlalu “baik”. Apa salahnya jika anda menolak, ajari polisi tua itu untuk bisa bersikap lebih sopan meskipun dengan orang yang (mungkin) lebih rendah status sosialnya.

Wawallohu’alam bishowab.
21/02/2009 21:33