Saturday, November 14, 2009

Mudah Saja*

Tuhan
Aku berjalan menyusuri malam
Setelah patah hatiku
Aku bedoa semoga saja
Ini terbaik untuknya

Dia bilang
Kau harus bisa seperti aku
Yang sudah biarlah sudah

Mudah saja bagimu
Mudah saja untukmu
Andai saja.. cintamu seperti cintaku

Selang waktu berjalan kau kembali datang
Tanyakan keadaanku

Ku bilang
Kau tak berhak tanyakan hidupku
Membuatku semakin terluka

Mudah saja bagimu
Mudah saja untukmu
Coba saja lukamu seperti lukaku

Kau tak berhak tanyakan keadaanku
Kau tak berhak tanyakan keadaanku
Mudah saja bagimu
Mudah saja untukmu
Andai saja cintamu seperti cintaku

Mudah saja…


*Sheila On 7

Friday, November 6, 2009

SKETSA : “Mari kita lihat bisa sebaik apa kau tanpa seorang ibu!”

Hari ini (bahkan dari beberapa waktu yang lalu), koran masih membahas hal yang sama : Anggodo, Anggodo, Anggodo! Hah! Hebat benar dia, sampai diperbincangkan dimana-mana. Dan dunia Indonesia pun semakin semrawut dengan “mafia-mafia”nya. Tapi saat ini aku sedang tak berminat untuk membahas apa, kenapa, dan bagaimana itu makhluk bernama Anggodo.
.................................................................................>>

Pernah dengar lagu ini?
Ribuan kilo jalan yang kau tempuh
Lewati rintang untuk aku anakmu
Ibuku sayang masih terus berjalan
Walau tapak kaki penuh darah penuh nanah
Seperti udara kasih yang engkau berikan
Tak mampu ku membalas ...
Ibu
Ibu

Tadi pagi kubaca sebuah berita di salah satu sudut sebuah koran cukup terkenal di Solo. Disana ditulis sebuah kisah seorang Ibu di China yang berusaha menyelamatkan anaknya. Usianya sudah mencapai 55 tahun. Perempuan itu rela berjalan kaki sejauh 10 kilometer setiap hari selama 7 bulan. Hal itu dilakukannya agar dia bisa menurunkan berat badannya dan menyelamatkan nyawa putranya.

Chen Yurong, perempuan itu, berjalan kaki lebih dari 2.000 kilometer secara keseluruhan setelah diberitahu bahwa putranya yang berusia 31 tahun, Ye Haibin, memerlukan cangkok hati. Namun pada Februari lalu dokter mengatakan hati Chen tak cocok karena telah tertimbun sangat banyak lemak.

Dalam upaya membuat hatinya siap untuk pencangkokan, Chen berjalan kaki di sepanjang tanggul sungai di dekat rumahnya di kabupaten Jiang’an, Provinsi Hubel, setiap hari. Ia juga menjalani diet, dan hanya makan nasi serta sayuran. Dan upaya keras si ibu itu terbukti tidak sia-sia. Berat badannya berhasil turun 8 kilogram, dan 19 Oktober lalu, tim dokter menyatakan hatinya telah mencapai standar untuk pencangkokan.
Dalam operasi selama 14 jam di Tonggi Hospital University, Chen telah memberikan sebagian hatinya kepada sang anak.

Desember tahun lalu, Chen memutuskan untuk mendonorkan hatinya kepada si anak, yang selama 18 tahun menderita penyakit Wilson. Penyakit Wilson merupakan penyakit genetika yang disebabkan oleh timbunan tembaga yang terlalu banyak dalam tubuh sehingga menyebabkan degenerasi (kemerosotan fungsi) hati.

Tim dokter mengatakan bahwa secara teori, hidup Ye Haibin dapat diperpanjang untuk waktu yang lama. Chen adalah ibu yang “luar biasa”.

SUBHANALLOH!

Aku benar-benar menangis membaca berita ini di koran.
That’s the wonderful person, IBU!
Dia lakukan semua untuk anaknya, meskipun nyawa taruhannya.

Ah, Ibu ...
Membayangkan wajahnya saja, terlintas begitu banyak kenangan.

Jadi ingat, kalau dulu sewaktu aku masih kecil, setiap kali Ibu menghadiri walimahan tetangga atau ketika rapat di kantor (kebetulan Ibuku adalah seorang guru) dan mendapatkan makanan kardus atau snack-snack kecil pasti dibawa pulang. Untuk anak-anaknya di rumah.

Setiap habis masak untuk keluarga dan tiba saatnya waktu makan, selalu menunggu semua anggota keluarga mengambil makan terlebih dahulu. Ibu menunggu untuk memastikan bahwa suami dan anak-anaknya telah kenyang.

Saat aku sedang menghadapi UAN SMA, dan jatuh sakit, Ibu dengan setia menemaniku belajar dan merawatku.

Saat aku akhirnya memutuskan untuk kuliah di Solo, dan kemudian menjadi aktivis (sok) sibuk hingga kadang jarang pulang ke rumah, Ibu hanya bisa bersabar dengan pertanyaannya “Kapan pulang, nduk?”.

Saat akhirnya aku collapse dengan tipusku dan opname beberapa kali di rumah sakit, Ibu berkata, ”Maafkan Ibu, Nak. Ibu tak bisa merawatmu dengan baik.” Kekhawatiran seorang Ibu.

Aku membuatnya sedih. Sedih.

Alloh ...

Aku tak bisa membayangkan, apa jadinya aku tanpa seorang Ibu. Siapalah aku, lahir dari rahim seorang perempuan tangguh, yang aku sangat tahu ketika beliau mendapatkan cobaan besar dalam hidupnya dan aku tak mampu berbuat apa-apa.

Alloh, kutitipkan penjagaannya pada-Mu.
Jangan ambil kebahagiaan dari sisinya, penuhi ia dengan limpahan rahmat-Mu.
Terlalu banyak kenangan, dan aku tak ingin menghapusnya.

Alloh, beri aku waktu ... sedikit lagi, untuk membahagiakannya.
Sampaikan usiaku hingga aku masih bisa mencium lembut kedua tangannya yang tak pernah henti menengadah ke langitmu, memanjatkan doa di tiap shalat malamnya.

Maafkan aku, Bu ...



_Ibu, akujatuhcintaditiapsenyumtulusmu_

Monday, November 2, 2009

Sebuah Reuni, “Me” Dalam 4 Slide

Slide Taman Kanak-kanak
Ehm ... ingatan apa ya yang tersisa dari taman kanak-kanak ku? Masih ingat waktu karnaval memakai kostum “guru”, seragam korpri sebutannya. Begitu ramainya kelas ku saat ada teman yang berulang tahun, syukuran dengan makanan yang untuk ukuran masa itu begitu berharga bagi anak-anak usia TK. Belajar menyanyi “Indonesia Raya”, “Pelangi”, “Bintang Kecil” hingga “Ibu Kita Kartini”. Dan foto-foto kenangan masa itu masih tersimpan rapi di salah satu sudut rumahku. Ah, ternyata aku dulu pernah kecil ... hihihi.


Slide 6 Tahun Di Sebuah Madrasah
Masa 6 tahun ini kuhabiskan di sebuah Madrasah Ibtidaiyah (hihihi). Aku masih ingat pelajaran yang paling kusukai, “Sejarah Islam” karena aku sangat suka dengan kisah-kisah heroik para mujahid/mujahidah Islam di masanya. Alhamdulillah selama enam tahun belajar selalu masuk populasi ranking teratas (nggaya). Aku juga masih ingat bagaimana lucunya jadi “komandan upacara” saat kelasku menjadi petugas upacara waktu itu. Dua kali ikut lomba tennis meja dan akhirnya kalah di akhir set, hiks, masih grogi-an kalau dilihat banyak orang. Jambore di Banyumas yang membuatku berurai air mata gara-gara didatangi bapakku waktu itu.
Kangen sungai dekat rumah, yang dulu tak pernah absen kusinggahi bersama teman-teman masa kecilku. Iya, sering banget main di sungai (meski awal-awalnya harus petak umpet dengan Ibu, hehe), rumahku kan ndeso. Meski sekedar menangkap capung atau nyeser iwak atau lebih seringnya keburan nang kali. Apalagi pas lagi banjir, seneng banget naik perahu, namanya juga anak kecil.
Masih ingat banget pasar-pasaran, manten-mantenan, petak umpet, kasti, gobag sodor, kecik. Ah, terlalu banyak kalau disebutkan. Tapi benar-benar menyenangkan. Kalau sekarang, mungkin nggak ada permainan kayak gitu lagi.


Slide 3 Tahun Di Menengah Pertama
Setiap masa, ada kenangannya. Pasti! Ingat rebutan bakwan di kantin SMP-ku, habis bakwannya uenakkk banget hehe. Pernah ikut lomba paduan suara (yang aneh) dan akhirnya mendapat juara harapan 1 (harapan sendiri, maksudnya hihihi). Latihan drama yang lucu hingga nasib tragis kelompok dramaku. Satu-satunya ekstrakurikuler yang kuikuti adalah PKS (Patroli Keamanan Sekolah). Menyenangkan bersepeda ria bersama teman-teman SMP-ku, waktu itu jamannya masih naik sepeda onthel. Dan yang paling kuingat, waktu pelajaran Tata Boga edisi table manner dan dengan terpaksanya harus menghabiskan semua makanan yang tersedia di meja makan (mentah dan matangnya), glekh!! Ah, rindu dengan segala pernak-perniknya.


Slide 3 Tahun Nostalgia SMA
Ehm ... penuh perjuangan untuk masuk SMA favorit di kotaku. MOS dengan nguber-nguber tandatangan kakak tingkat (sok artis banget gak sih) dan akhirnya dapat giliran diuber-uber juga hehehe. Pelajaran paling menyebalkan adalah KIMIA, arrggghhhh! Sampai sekarang juga nggak suka, makanya masuk Sosial, dan disana aku menemukan “kenyamanan”ku. Dan lagi-lagi ditunjuk untuk ikut PKS (Patroli Keamanan Sekolah), lumayan sih dapat sertifikat (lho?). Paling seneng soto-nya Bu Is di kantin pojok, meski sering kehabisan ... nyummy!
Kangen latihan taekwondo di dojang Kutoarjo, kangen tendang-tendangan, kangen gojlokan pas ujian kenaikan tingkat, kangen mengalahkan sparing partnerku! Kangen juga dengan pendakian ke Merbabu dan Sumbing, kapan lagi ya? Kangen kenakalan-kenakalan jaman itu sama teman-teman satu kost, main basket malam-malam dan konangan satpam hihihi, kabur dari sekolah waktu classmeeting, hah! Namanya juga masih berjiwa muda hehehe.
Masih ingat banget pentas mujahid di SMA sebelah, saat beraksi menjadi seorang mujahid, mengharukan! Dan yang paling indah, kudapatkan hidayahku. I am jilbaber, now and forever, insya Alloh!