Friday, January 8, 2010

Mimpi Buruk : “Semoga ini memang hanya mimpi ...”

Bagaimana kau merasa bangga, akan dunia yang sementara
Bagaimana kau bila semua, hilang dan pergi meninggalkan dirimu*

Pernah suatu kali, saya bermimpi. Mimpi paling buruk yang pernah saya dapatkan seumur hidup saya, mimpi ter-ngeri yang pernah saya jumpai, sebuah mimpi yang paling tidak saya inginkan.

Astagfirullahal’adziim, semoga itu memang hanya mimpi.

Saya bermimpi tentang kematian. Ya, saya mimpi kalau saya mati. Masih terbayang dengan jelas, saya bisa melihat tubuh saya yang terbujur kaku di keranda. Dan di sekelilingnya, orang-orang yang sangat saya cintai menangisi kepergian saya. Saya tahu, bagaimana wajah Ibu saya begitu sendunya. Ah, Ibu ... perempuan yang paling saya khawatirkan ketika saya tinggalkan. Semoga Alloh selalu menjaganya.

Dan saat saya sadari bahwa saya telah mati, saya menangis sejadi-jadinya. Hingga di alam nyata pun, saat terbangun dari mimpi buruk itu, saya dapati wajah saya sudah basah dengan air mata. Saya menangis karena saya sadar saya belum punya bekal apa-apa untuk perjalanan saya di akherat. Saya menyesal, meminta Alloh mengembalikan saya lagi ke dunia nyata. Mengembalikan saya ke tengah-tengah orang yang saya cintai, mengusap lagi air mata Ibunda tercinta. Tetapi, usaha saya sia-sia. Saya tetap melihat tubuh saya yang terbujur kaku di samping tangisan seorang Ibu. Alloh, saya ingin hidup lagi!

Dan ketika saya bangun, Alhamdulillah ... saya hanya bermimpi. Setidaknya menyurutkan kekhawatiran saya, bahwa saya belum mati sampai saat itu. Meski saya tahu, suatu saat saya pasti akan bertemu dengannya. Suatu saat, saya akan mati. Hanya tinggal menunggu waktu.

K.E.M.A.T.I.A.N
Kata yang mungkin agak mengerikan dan membosankan untuk diperdengarkan. Tapi dialah yang paling dekat dengan kita.

Bicara tentang kematian adalah bicara tentang waktu. Ya, waktu. Ah, berapa lamakah lagi bisa bercanda bersama teman-teman, berapa lama lagi melakukan segala sesuatu yang diinginkan, berapa lama lagi waktu saya untuk membaktikan diri pada orang tua, dan berapa lama lagi jatah hidup di dunia?

Ngeri sekali membayangkan malaikat maut menjemput saya dengan senyum termanisnya, sementara saya tak punya daya untuk melengkungkan sabit di hati saya.

Ah, jika saatnya saya harus “pulang”, saya ingin “pulang” dalam keadaan terbaik. Dalam kondisi keimanan saya yang paling baik, yang paling tinggi, yang paling manis yang pernah saya punya.
Saya ingin “pulang” dalam pelukan orang yang mencintai saya (dan saya mencintainya), ingin berada diantara orang-orang yang mencintai saya dan saya cintai. Sehingga, meskipun mereka menangis sedu dengan kepergian saya, saya tetap akan tersenyum ikhlas. Ah, kematian yang indah.

Tetapi semua harus melewati prosesnya. Jika saya inginkan akhir yang indah, maka saya harus tetap berjuang dengan ikhlas, istiqomah dan senantiasa menjaga diri dalam kebaikan. “karena surga bukanlah kado yang dihadiahkan begitu saja?”. Saya harus menjemputnya, seperti jika suatu saat kematian menjemput saya.

Ketika beberapa orang yang saya cintai meninggalkan saya, dengan sangat tiba-tiba, dan akhirnya sukses meruntuhkan pertahanan saya. Lagi-lagi, secara manusiawi, air mata saya selalu mendesak keluar begitu menyadari bahwa mereka telah tiada dan hati remuk redam. Selalu membuat saya bertanya, sedang apa mereka di alam kubur? Lapangkah alam kubur mereka? Sukseskah wawancara mereka dengan malaikat-Nya? Allohu Akbar! Saya hanya mampu berdoa, semoga kelak saya dipertemukan dan dikumpulkan dengan orang-orang yang saya cintai di jannah-Nya. Amin ya Rabb ...

Ya, ternyata kematian mengajarkan saya bahwa I’am Nothing. Saya bukan siapa-siapa. Saya tak pantas sombong dengan apa yang saya miliki, karena kelak semuanya akan kembali pada-Nya.
Astaghfirullahal’adziim, berapa banyak sebenarnya amal yang saya punya? Jangan-jangan sudah habis di dunia, sebelum sempat saya nikmati di akhirat kelak. Tidaaaaak!

Alloh, jagalah setiap keikhlasan dalam setiap langkah saya.

Berhentilah sombong, perbanyak sedekah, perbanyak berbuat baik, perbanyak ibadah, dan berhenti berprasangka buruk pada orang lain.

Semoga Alloh selalu menjagaku, menjaga kita semua.
Dan kelak, ketika utusan-Nya datang ... maka saya telah siap.
Matikan aku, syahid di jalan-Mu.
Bismillah!

............................>>
Bagaimana kau merasa bangga
Akan dunia yang sementara
Bagaimana kau bila semua
Hilang dan pergi meninggalkan dirimu

Bagaimanakah bila saatnya
Waktu terhenti tak kau sadari
Masihkah ada jalan bagimu
Untuk kembali mengulang ‘kan masa lalu

Dunia dipenuhi dengan hiasan
Semua dan segala yang ada akan kembali pada-Nya

Bila waktu t’lah memanggil
Teman sejati hanyalah amal
Bila waktu t’lah terhenti
Teman sejati tinggalah sepi*
..............................>>

Solo, 06012010
:sedikit emosi, begini nih kalo inget ama dosa yang setumpuk ... whatever, saya hanya sedang memainkan peran saya di dunia ini sambil menunggu proses penjurian di akhirat ... so, let be my self ^^ ... semoga tulisan ini juga menjadi amal pemberat saya di akhirat, amin ya Rabb:



*nasheed from Opick, Bila Waktu T’lah Berakhir .... the nice’s song, semakin mengaduk isi hatiku T_________T

Tuhan Sembilan Senti*

......
Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh, duduk sejumlah ulama terhormat merujuk kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa.
Mereka ulama ahli hisap.
Haasaba, yuhaasibu, hisaaban.
Bukan ahli hisab ilmu falak,
tapi ahli hisap rokok.

Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka
terselip berhala-berhala kecil,
sembilan senti panjangnya,
putih warnanya,
ke mana-mana dibawa dengan setia,
satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya,

Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang,
tampak kebanyakan mereka memgang rokok dengan tangan kanan,
cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri.
Inikah gerangan pertanda yang terbanyak kelompok ashabul yamiin dan yang sedikit golongan ashabus syimaal?

Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu.
Mamnu’ut tadkhiin, ya ustadz. Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz.
Kiai, ini ruangan ber-AC penuh.
Haadzihi al ghurfati malii’atun bi mukayyafi al hawwa’i.
Kalau tak tahan, di luar itu sajalah merokok.
Laa taqtuluu anfusakum. Min fadhlik, ya ustadz.
25 penyakit ada dalam khamr. Khamr diharamkan.
15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi). Daging khinzir diharamkan.
4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok. Patutnya rokok diapakan?
Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz. Wa yuharrimu’alayhimul khabaaith.
Mohon ini direnungkan tenang-tenang,
karena pada zaman Rasululloh dahulu,
sudah ada alkohol, sudah ada babi, tapi belum ada rokok.

Jadi ini PR untuk para ulama.
Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok,
lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan, jangan
.......

Berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negara kita,
jutaan jumlahnya,
bersembunyi di dalam kantong baju dan celana,
dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna,
diiklankan dengan indah dan cerdasnya,

Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri,
tidak perlu ruku’ dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini,
karena orang akan khusyuk dan fana dalam nikmat lewat upacara menyalakan
api dan sesajen asap tuhan-tuhan ini,

Rabbana, beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.

*Taufiq Ismail


_menemukan bait-bait puisi ini di antara tumpukan asap ... ah, andaikan bisa diganti dengan asap jerami, pasti menyenangkan! hahayyy_