Wednesday, August 24, 2011

Melepaskanmu, haruskah …?



Apa yang sebenarnya sedang kau cari?
Ketenangan hati?
Sebuah kemantapan?

Atau hanya untuk sebuah rasa gengsi?

Ah maaf, aku tak ingin menduga-duga.
Lagipula, aku memang tak pandai menerjemahkan rasa.

Tak akan lagi kuganggu hidupmu.
Tak akan.

Aku memutuskan untuk menyerah.
Melepaskanmu.


Untuk seorang sahabat baikku, yang akhirnya hanya mampu “kutitipkan” padaNya.

Sunday, August 14, 2011

segenggam rindu ... yang sama.

Dear Hiroto

For 10 years, I have been waiting all along ...
From now on, please come back home anytime you like ...
Wherever you are ...
Whatever you’re doing ...
You are my son ...
You are my son ...


cuplikan surat diatas, ada dalam dialog dorama Tokyo Tower (Dorama Jepang 11 episode final), satu-satunya dorama Jepang yang sukses membuat saya nangis sepanjang film diputer. sampe nyesek di dada. dan nggak bakalan bosen lihatnya. lain kali mungkin saya review. intinya dorama tersebut bercerita tentang motherhood.

keren, coba nonton deh!

pas bagian surat dari seorang Ibu untuk anaknya (Hiroto), saya benar-benar nangis kenceng sampe suara habis. gak tahu, rasanya ada sakit yang mencubit. hemm ... mungkin karena saya mempunyai kisah yang sama :').



midnight, segenggam rindu untuk sepasang mata teduhku ...
semoga Alloh sampaikan usiaku, untuknya.

Wednesday, August 10, 2011

Euphoria MUDIK

Menjelang seminggu berpuasa yang lalu, banyak yang mulai menggelisahkan tentang mudik. Seolah-olah mudik adalah hal yang paling luar biasa dan paling penting dalam sebuah event bernama Ramadhan. Dan puasa Ramadhan itu sendiri menjadi sebuah rutinitas belaka yang harus dijalani menjelang mudik.

Hmm …

Ironis memang. Kadang kita begitu bersemangat mempersiapkan sesuatu yang justru bukan hal-hal yang penting. Terlalu jauh untuk bicara tentang betapa “wah”-nya sebuah moment mudik padahal Ramadhan belum juga dimulai. Rasa tak sabar itulah yang membuat kita kadang begitu terburu untuk menyambut “pion” dengan mengacuhkan “ratu”.

Yang penting dari sebuah moment Ramadhan adalah persiapan untuk fight for 30 days, bukan ribut mempersiapkan mudik. Berburu tiket kereta, apa yang harus dibawa, dan bla bla bla lainnya. Lalu, apakah kita sudah mempersiapkan diri untuk memasuki bulan penuh rahmat dan ampunan-Nya ….?

Sebuah pengingatan untuk diri ini pribadi pula. Apa yang sebenarnya sudah kita persiapkan untuk Ramadhan kali ini? Fisik? Hati? Atau malah kita merasa tak perlu mempersiapkannya? Toh Ramadhan akan berakhir juga dengan euphoria Lebaran. Kita semua akan menang. Menang untuk apa?

Padahal harusnya kita menangis ketika Ramadhan mulai beranjak meninggalkan kita. Bulan penuh keberkahan dan ampunan yang kita tak pernah tahu apakah tahun depan kita masih diberikan kesempatan untuk menjumpainya atau tidak.

Wastagfirullahal’adziim …

Faghfirli ya Rabbi, ternyata diri ini pun belum banyak mempersiapkan diri untuk sebuah perjalanan jauh.
Akankah Engkau berikan hamba kesempatan untuk memperbaiki diri lebih banyak lagi?
Untuk sebuah perjalanan menjemput keabadian.

belajar dari si pemulung sampah sungai

Sedang ingin melatih jemari tangan untuk lebih banyak lagi menuliskan sebuah keajaiban.

Beberapa waktu yang lalu, seinget saya puasa hari pertama. Nggak sengaja nonton acara di Trans TV. Spot acaranya kalau nggak salah Bukan Puasa Biasa, yang disana mengulas kehidupan seorang pemulung sampah sungai. Namanya Pak Agus. Tinggal di Jakarta berdua dengan sang isteri, di pinggiran rel kereta. Sehari-hari bekerja sebagai pemulung sampah sungai.

Di acara tersebut diperlihatkan bagaimana Pak Agus menekuni pekerjaannya sehari-hari. Dengan baju lusuh dan sebuah topi usang, Pak Agus memulung sampah di sungai. Pelan-pelan langkahnya menyusuri sungai yang tingginya hampir se-leher Pak Agus. Sampai-sampai jenggot panjang yang memenuhi dagunya ikut basah oleh air sungai. Sampah sungai yang menggunung itu di bawanya pulang. Dipilahnya sampah-sampah itu. Ada beberapa baju yang sudah bercampur lumpur sungai dan sebuah boneka monyet yang basah pula oleh air sungai dan berwarna kusam, diberikannya pada sang isteri untuk dibersihkan kembali.

Sang isteri menerimanya dengan senang hati, lalu mencuci baju-baju itu dan boneka monyet tadi hingga bersih.

Tahukah anda, apa yang dikatakan oleh Pak Agus mengenai baju-baju yang dipungutnya di sungai itu?

“Mereka bilang, wong itu baju bekas orang mati kok dipungut? Sudah jelek, dibuang kesungai lagi. Saya bilang ya ndak apa-apa, orang matinya kan nggak hidup lagi.” ucap Pak Agus sambil tertawa kecil.

Ya, di gubuk kecil Pak Agus ada hampir satu koper baju-baju yang sudah bersih dan rapi yang dipungutnya dari sungai tempat ia memulung. Pak Agus dan isterinya akan membawa pulang untuk oleh-oleh keluarganya nanti di kampung.

Melihat semua itu, tak terasa air mata saya merajuk keluar.

Sungguh, rasanya ada yang menyayat bathin saya ketika melihat pak Agus memunguti baju-baju yang sudah selayaknya dibuang untuk dipakai kembali. Bayangkan, baju-baju itu sudah lusuh dan bercampur dengan lumpur. Bercampur pula dengan sampah-sampah sungai. Dan kotor.

Innalillahi …

Saya hanya menertawakan diri saya sendiri. Sungguh, saya tak ada apa-apanya dibanding dengan Pak Agus, si pemulung sampah sungai. Harus bermandikan air sungai yang kotor demi rupiah yang harus diberikannya untuk keluarga. Bahkan baju-baju yang dikenakannya selama ini adalah baju yang telah dibuang ke sungai karena sudah tak layak dipakai atau lebih tepatnya disebut sampah. Tapi Pak Agus begitu “bahagia” melakukannya. Karena hanya itu yang bisa dilakukannya. Itulah yang disebut Pak Agus sebagai bagian dari ikhtiarnya hidup di dunia. Dan tak lupa mengiringinya dengan sujud-sujud panjang di tiap shalatnya. Subhanalloh!

Ternyata, saya masih belum setangguh yang saya kira. Saya malu. Malu pada diri saya sendiri. Belum mampu berbuat lebih banyak.

Terlalu banyak yang belum saya lakukan.

Jemari saya pun terhenti disini, untuk kembali menghitung kealpaan diri.

Faghfirli ya Rabbi …


Hari kesepuluh Ramadhan, semoga Engkau berikan desempatan padaku untuk memperbaiki diri.

Lebih banyak lagi ……

Monday, August 1, 2011

aku jatuh cinta



Hari ini aku telah jatuh cinta
Tak kan mampu aku menyangkalnya
Jatuh cinta kepadamu
Sosok yang sering menjengkelkan aku
Sering menggangguku
Kau permainkan rasa hatiku
Namun kini aku berbalik
Jatuh cinta dan bernyanyi

La la la la la la la La la la la la la la
La la la la la la la La la la la la la la

Aku jatuh cinta kepada dirimu
Orang yang tak pernah ku bayangkan
Tak pernah ku mimpikan
Untuk bisa menjadi pacarku

Malam ini aku berniat
Untuk mengatakan rasa cintaku
Semoga tanganku berjodoh
Untuk bertepuk dengan cintamu

Jadi pacarku… jadi pacarku


lagunya dokter tompi, judulnya Aku Jatuh Cinta ... ehm lebih enak liriknya yang "pacarku" diganti sama "suami" apa "isteri" hahahhahahhahaha

gambar dari album pribadi