Monday, October 27, 2008

Jangan Tolak Cintaku

By : Karima Al Fathiyya

sekedar info nih cerpen pernah dimuat di majalah SAHABAt hehe ..

Karima sedang membereskan ruangan tempatnya mengajar. Ruangan yang penuh dengan gambar berwarna-warni khas anak TK itu terlihat sedikit berantakan. Anak-anak TK yang diajarnya tadi sudah pulang lebih dulu. Sekolah TK itu kelihatan lebih sepi karena para guru dan juga kelas yang lain sudah pulang 5 menit yang lalu. Hanya tinggal seorang satpam dan tukang kebun.

“Assalamu’alaikum …”

Karima menoleh.

“Waalaikumsalam warahmatullah …”

Betapa terkejutnya Karima ketika mendapati siapa orang yang kini sedang berdiri di hadapannya dan mengucapkan salam padanya.

Panji ?

Sesaat keduanya terpaku dalam keheningan.

“Apa kabar ?” tanya lelaki berkacamata minus itu sedikit kaku.

Karima tersenyum tipis.

“Alhamdulillah baik. “

Suasana kembali hening. Dan kaku.

Ah … aku tak suka dengan suasana seperti ini. Kumohon, Panji … pergilah.

“Bolehkah aku berbicara sebentar denganmu?” tanya lelaki bernama Panji itu.

Karima menghela napasnya pelan.

Kenapa kau harus datang lagi?

***

Sudah hampir dua bulan Karima menganggur, tanpa pekerjaan tetap. Gelar SE (Sarjana Ekonomi) yang disandangnya pasca wisuda dua bulan yang lalu ternyata belum mampu memberikannya pekerjaan. Beberapa perusahaan besar dan kecil dimasukinya surat lamaran tetapi tak satupun yang menerimanya bekerja disana. Sebagian besar menyatakan keberatan karena jilbabnya terlalu lebar dan panjang. Terkadang Karima tak habis pikir, apa yang salah dengan jilbab lebarnya? Apa hubungannya jilbab dengan pembukuan dan administrasi perusahaan? Salahkah jika seorang muslimah hendak menegakkan kewajiban agamanya? Entahlah, mungkin mereka risih melihat jilbab lebar milik Karima. Tapi Karima tetaplah Karima, gadis cantik yang tak pernah menyerah dengan keadaan apapun. Dirinya sudah tertempa begitu kuatnya, apalagi sejak ayahnya meninggal ketika Karima masih berumur 15 tahun. Kalau tidak ingat akan tanggungan hidup ibu dan ketiga adiknya, Karima tentu tak mau menerima pekerjaannya yang sekarang.

Hari ini adalah hari pertama Karima bekerja di rumah keluarga Hermawan Kuncoroningrat, salah satu keluarga terkaya di kotanya. Karima diterima bekerja di keluarga itu menjadi asisten pribadi putra tunggal keluarga itu.

Karima sedang berhadapan dengan sang pemilik rumah, Nyonya Hermawan.

“Jadi tugasmu nanti hanya khusus melayani dan menyediakan segala keperluan putraku saja. Untuk urusan memasak dan yang lainnya, biar pembantu yang lain yang mengurusnya.”

Karima mengangguk pelan.

“Mulai hari ini kamu bisa bekerja. Ingat, tugasmu hanya melayani putra tunggalku saja. Dan semoga kamu betah disini, Nak Rima.”

Karima tersenyum.

Tiba-tiba seorang lelaki muda dengan penampilan yang sedikit berantakan datang dan tanpa mengucap sepatah kata pun, lelaki itu menaiki anak tangga menuju kamarnya. Namun langkahnya terhenti ketika Nyonya Hermawan memanggilnya.

“Panji !”

Lelaki muda yang ternyata bernama Panji itu berhenti.

“Ada apa sih, Ma?” tanya lelaki itu dengan santainya.

“Sini sebentar !”

Inikah Tuan Muda itu?

Panji turun dan menghampiri Mamanya.

“Panji, kenalkan ini Karima. Nanti dia yang akan mengurusi segala keperluanmu. Dan Karima, ini Panji, anak Ibu satu-satunya yang tadi Ibu ceritakan.”

“Ma, ngapain sih pakai baby sitter segala? Kayak anak bayi aja!” Panji protes.

Baby sitter? Aku? Siapa yang mau jadi baby sitter …?

Karima terdiam di tempat duduknya. Kepalanya sedikit menunduk.

“Dia bukan baby sitter, Panji. Dia adalah asisten pribadimu. Bedakan itu !”

“Terserah lah, Ma.” ucap Panji seraya meninggalkan Mamanya dan Karima.

Nyonya Hermawan hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan anak kesayangannya itu.

“Rima, kamu harus sabar ya menghadapi Panji. Dia memang seperti itu. Dia ... bla ... bla ...” Nyonya Hermawan tampak begitu bersemangat menceritakan putra tersayangnya itu.

Karima tersenyum tipis.

Ya … mungkin benar katamu, Tuan Muda. Aku akan menjadi baby sitter ... paling repot di dunia. Karena aku harus menghadapi bayi sepertimu …

Karima mendesah pelan.

***

Tok! Tok! Tok!

Panji membuka pintu kamarnya. Tampak seorang gadis berjilbab lebar berdiri di hadapannya sambil membawa sebuah nampan berisi segelas susu putih dan sepiring nasi goreng dengan sedikit taburan bawang goreng di atasnya.

“Ngapain sih pagi-pagi udah gangguin orang?”

Karima sedikit kaget mendengar omelan Panji.

“Maaf , Mas Panji saya hanya mau mengantarkan sarapan pagi.” ucapnya seraya menunduk.

Panji mengambil nampan itu dan membawanya ke dalam kamar. Kemudian pintu kamar langsung ditutupnya. Dan Karima hanya mampu mengelus dada melihat sikap dingin Tuan Muda-nya itu.

Ketika Karima hendak membalikkan badannya, Panji membuka pintu kamarnya kembali dan memanggilnya.

“Hey, lain kali makananku nggak perlu dianter. Aku bisa turun ke bawah.”

Brakk!!!

Karima kaget ketika Panji menutup pintu kamarnya dengan kasar.

Maunya gimana sih? Bukannya yang menyuruhku untuk membawa makananmu ke kamar adalah kamu sendiri?

Karima mendesah pelan.

Allohu Rabbi ... beri hamba kekuatan ...

Sudah hampir seminggu lebih Karima bekerja di rumah besar berarsitektur megah itu. Karima berusaha melayani majikan muda-nya itu dengan sebaik-baiknya karena bagaimana pun juga Karima tetaplah pegawai di keluarga itu. Terkadang Karima merasa jenuh dan ingin keluar dari pekerjaan itu. Tetapi jika mengingat ibu dan ketiga adiknya di rumah, Karima mengurungkan niatnya. Karima sadar bahwa dia lah yang butuh pekerjaan itu. Meskipun kadang dia harus menerima perlakuan dingin dari Tuan Muda-nya itu. Seperti pagi ini, Panji sepertinya tidak suka ketika Karima mengantar sarapan paginya ke kamar. Padahal Panji yang memintanya sendiri beberapa hari yang lalu, tapi sekarang malah menyuruhnya untuk tidak mengantar sarapan paginya ke kamarnya.

***

Panji sedang menikmati segarnya udara pagi di balkon rumahnya. Jam dinding di kamarnya masih menunjukkan pukul 04.30 WIB. Sehabis shalat subuh, Panji memulai aktivitas barunya yaitu menghirup udara segar di balkon rumahnya. Secara perlahan Panji memang mulai terbiasa bangun pagi. Biasanya dia selalu bangun kesiangan hingga tak jarang shalat subuhnya pun bolong-bolong. Tapi semenjak Karima bekerja di rumahnya, Panji terlihat lebih rajin. Shalatnya tak lagi bolong-bolong bahkan perlahan sikap dinginnya mulai berubah. Lelaki muda yang kini sedang menempuh studi S1-nya di salah satu perguruan tinggi di Surakarta itu, mulai terbiasa dengan kehadiran Karima sebagai asisten pribadinya.

Panji menuruni anak tangga pelan-pelan. Dilangkahkan kakinya menuju dapur dan membuka lemari es. Kemudian diteguknya segelas air minum dingin yang diambil dari lemari es yang ada di dapur. Ketika hendak menuju taman yang ada di belakang rumah megah itu, kakinya terhenti sejenak karena mendengar suara bening melantunkan ayat-ayat Allah dari kamar Karima. Pintu kamar itu sedikit terbuka. Ditengoknya sekilas kamar asisten pribadinya itu. Tampak Karima sedang tilawah dengan masih mengenakan mukena putihnya. Karima tak sadar kalau ada seorang lelaki yang sedang memperhatikannya.

Gadis itu sangat berbeda dengan gadis lainnya yang pernah kukenal. Penampilannya yang aneh, jilbab panjang, kaos kaki, baju yang tertutup rapat, cara salaman yang berbeda … Setiap hari selalu bangun lebih awal. Shalat dan mengaji ... tetapi selalu diam jika kumarahi.

Untuk beberapa detik lamanya, mata Panji tak lepas dari sosok Karima yang sedang mengaji.

Apa aku terlalu jahat ya sudah memarahinya setiap hari? Padahal sebenarnya dia nggak salah … emm .. sebenarnya dia juga cantik sih … ah kenapa aku jadi melankolis seperti ini ??

Panji mendesah pelan.

***

“Rima!”

Panji melemparkan tas punggungnya ke atas tempat tidurnya.

“Rima!”

Karena merasa tak ada sahutan, Panji turun ke bawah. Di ruang makan, tampak Mama-nya sedang menikmati makan siangnya. Panji langsung mengambil tempat duduknya dan menyantap makanan yang ada di hadapannya.

“Rima kemana, Ma?”

“Pulang.” Jawab Mama-nya singkat.

Panji terkaget-kaget mendengar jawaban dari Mama-nya.

“Kemana, Ma? Kok nggak bilang-bilang ke aku? Nggak ijin lagi!” tanyanya seraya mengambil sepotong sosis ayam kesukaannya.

Wanita berumur hampir 45 tahun itu tersenyum.

“Satu-satu dong kalau tanya. Panji, Rima pulang ke rumahnya karena Ibu-nya sakit. Jadi tadi dia minta ijin sama Mama untuk berada di rumah selama seminggu.”

Seminggu?

Panji tersedak. Segera diteguknya segelas air putih yang ada di samping kanannya.

“Kamu kenapa? Makanya kalau nelan makanan itu hati-hati.”

Panji meringis.

Kenapa tiba-tiba aku merasa kehilangan … ?

***

Panji sedang rebahan di atas tempat tidurnya. Matanya menerawang langit-langit di kamarnya. Ada sesuatu yang sedang dipikirkannya.

Hhh …

Kenapa aku ini? Kenapa aku kepikiran terus dengan gadis itu? Apa istimewanya sih dia sampai-sampai bayangannya seakan mengikutiku kemanapun aku melangkah. Oh My God … aku bisa gila kalau begini terus!

Panji membuka laci meja yang ada di samping kanan tempat tidurnya. Diambilnya sebuah bingkai kecil berwarna hitam polos. Ada foto seseorang disana. Seorang gadis manis dengan jilbab putih bermotif bunga tulip warna hitam.

Inikah yang namanya cinta? Hatiku bergetar kala menatap bola matanya yang indah, tanganku selalu basah oleh keringat kala berdekatan dengannya. Sosoknya terlalu lekat di mataku. Oh Tuhan … sampai kapan aku harus begini …

Perlahan sorot matanya mulai meredup.

Dan akhirnya terbang bersama mimpi indahnya.

***


bersambuuuuungggggggg ..................................

No comments:

Post a Comment

berkomentarlah yang baik dan sopan, terima kasih.