Monday, December 8, 2008

Aku juga merasakan kerinduan yang sama denganmu, duhai cintaku ….!

sesungguhnya Engkau tahu
bahwa hati ini tlah berpadu
berhimpun dalam naungan cintaMu
bertemu dalam ketaatan
bersatu dalam perjuangan
menegakkan syariat dalam kehidupan
kuatkanlah ikatannya
tegakkanlah cintanya
tunjukilah jalan-jalannya

Subhanalloh … Izzis membuatku berkaca-kaca … teringat ketika membuat tulisan ini, beberapa pesan pendek mampir di hp-ku beberapa waktu terakhir ini. Yang membuatku sedih, miris, atau luka ….?

Saat sahabat terdekatku bertanya ;
Ucix … kenapa …?
Aku masih diam saja … sibuk dengan pekerjaanku …
Jangan membuatku khawatir …?
Masih diam lagi … tapi aku merasa ada sesuatu yang hilang …
Sesibuk itukah dirimu … sampai tak sempat membalas sms-ku …?
Aku menangis … perih … seperti diiris sembilu!
Di lain waktu, binaanku protes:
Mbak, sekarang kok jarang sms ? seperti menghilang ... sibuk ya mbak ?
Aku tersenyum … tapi rasa bersalah terlalu besar menderaku …
Dan puncaknya,
Ci, kamu sibuk banget ya sampai nggak sempet bales sms-ku?
Jaga kesehatan ya …
Luka ini semakin menganga … ya Alloh, betapa egoisnya diriku ini …

Seharusnya aku sadar, bahwa pesan-pesan pendek itu adalah tanda cinta untukku …
Alloh, sungguh egoisnya diri ini ...
Beberapa adik binaanku juga agak protes dengan vacuum-nya sms-sms yang biasa ku kirimkan kepada mereka. ”Mbak, kok sekarang jarang sms?”
-hiekkksss-

Aku tahu, mungkin memang salahku ... ku akui, begitu banyak perubahan di diriku setelah aku bergabung di sebuah instansi yang sudah sebulan lebih ini kutekuni. Kuakui, waktuku memang tersita begitu banyak sejak aku bekerja. Interaksiku dengan teman-temanku agak terbatas, gak ada lagi acara jalan-jalan santai seperti dulu. Pulang kerja udah banyak agenda kampus menunggu, mulai dari asistensi, ngajar SSC hingga agenda membina diri. Dihitung-hitung waktu tersisaku cuma Senin sama Sabtu sore, itu juga kalau nggak ada rapat yang lain.
Pufff ... dan memang luar biasa capeknya ... capeknya melebihi aktivitas kampus. Walaupun dulu di kampus, ritme aktivitasku juga sama bahkan kadang lebih banyak, karena kadang pergi pagi-pulang pagi juga (biasa mabit gitu) tapi masih bisa melek hingga tengah malam cuma buat nglembur tugas kuliah or tugas organisasi. Tapi sekarang? Subhanalloh, berangkat pagi-pulang kos magrib, jam 8-9 malam udah tewas! Emang beda ya, capeknya kerja dengan capeknya aktivitas di organisasi kampus.
Sampai-sampai untuk membalas sms kadang butuh waktu sendiri ... saat pekerjaan di kantor menumpuk, apalagi kemarin raker yang menguras energi dan waktu begitu banyak, untuk sekedar menengok yang lain, susahnya minta ampun. Tapi, sungguh ... nggak pernah aku ada maksud untuk mengabaikan kehidupan lain di sekitarku. Sebisa mungkin, kubalas pesan-pesan pendek itu, meski kadang terlambat. Karena aku tahu, justru aku yang sangat membutuhkan mereka, sahabat-sahabatku yang selalu memberiku perhatian yang kadang tak kusadari.
Aku tak hendak menuntut mereka untuk memahamiku. Apa hak-ku? Aku hanya berusaha untuk mengadaptasikan diriku dengan kehidupan disekitarku. Alhamdulillah Alloh masih memberiku kesempatan untuk bisa berjumpa dengan adik-adik binaan-ku. Aku masih bisa merasakan nikmatnya perjumpaan dalam lingkaran keimanan-ku. Disuguhi tawa adik-adik SSC, berjumpa dengan sahabat-sahabat dekatku meski dalam waktu yang terbatas. Mereka-mereka lah yang membuatku semangat menjalani kesibukan-kesibukan baru.
Ah ... ternyata Alloh masih menyayangiku, begitu banyak teguran yang datang, membuatku menjadi lebih kuat! Alhamdulillah ... aku memang harus kuat, harus tegar, apapun yang terjadi dalam hidupku. Inilah nikmatnya hidup, dengan segala warna perjuangan dan pengorbanan. Subhanalloh!

Teman-teman, maafkan aku.
Jika mungkin ada hak-hak kalian yang belum juga kutunaikan.
Maaf ...

Aku sungguh rindu ...
Rinduku padamu ...
Adalah rindu yang berbatas ruang dan waktu ...
Tapi ijinkanlah aku
Membiarkan rindu ini mengembang
Melebihi ruang dan waktu yang tersisa
Meski engkau tak pernah tahu
Bahwa aku juga merasakan kerinduan yang sama denganmu, duhai cintaku!*
Alloh, bantu aku membalut rindu ini untuk saudara-saudaraku ...
Kutitipkan rindu ini pada-Mu,ya Rabbi ...

*puisi ini untuk sahabatku tercinta, puteri ... aku kangen!

Sunday, November 2, 2008

akhwat ...?

22 oktober 2008
Lagi-lagi ndengerin A Love To Kill ……. Erggghhh … kenapa lagu itu “membunuhku” ??

Beberapa waktu yang lalu kebetulan ada temen sma-ku yang menikah trus aku sama temen2 dateng ke sono, rame-rame … wah ini sih bukannya menghadiri walimahan tapi malah reuni sma. Hehe …

Sebenarnya yang ikut dateng itu banyak tapi kalo diitung sih ada 7 akhwat termasuk aku (ini lagi mau cerita masalah akhwat hihi ..)

Begitu ketemu, whuaaaaaa ….!!! Pada njerit (hehe) maklum, lama gak ketemu eh .. ketemu lagi ternyata tambah ancurrr!!! Hihi … nggak ding! Setelah sekian tahun berpisah, ketemu lagi eh ternyata udah banyak yang berubah. Tapi temen-temenku rata-rata udah pada jadi bu guru (abis mereka kan ngambil D1 UNY, so kalo diitung ya duluan mereka lulusnya lah … hiks) di tempatnya masing-masing. Jadi bu guru SD yang lucu-lucu. Dari ketujuh akhwat diantara kami, 4 diantaranya masih kuliah, nah yang lainnya udah jadi bu guru.

Tapi hiks .. reaksi mereka melihatku …

”Woii .. Cix, kamu nggak berubah ya?”

Aku bengong asli. Maksudnya??

”Lihat tuh, kita-kita udah pada feminin pakai sandal n sepatu yang kemayu, weladalah .. kok dirimu masih setia dengan sandal gunung-mu itu! Hahahaha ...”

Spontan ku melihat sepasang sandal gunung-ku tercinta ... Hiks... hiks ... T_T

Teganya kalian!

Huhfffff ... emang sih, temen-temenku uda pada ”kemayu”, bisa pakai sandal ”jinjit” berapa centi tuh ... dan begitu melihatku??? Karena ternyata diantara mereka, hanya aku satu-satunya yang masih setia dengan sandal gunung-ku tercinta .. ihik ..ihik ....

”Cix, moso gak ada perubahan? Hehehe ... sing rodo kemayu saithik lah ...”

Watatatataaa .....!!!

Yeee .... emangnya dosa kalo pake sandal gunung?? emangnya kudu pake sandal berhak tinggi? Huuhhh ... males banget! Mending pake yang nyaman. Ya kan?!

Tapi, btw anyway ... jadi rada mikir juga sih ... gara-gara mereka comment kaya gitu. But, kupikir nggak ada salahnya seorang akhwat bisa memperhatikan penampilannya. Terutama kalo udah berkaitan dengan sisi-sisi feminin dan maskulin atau diantara keduanya (haaa?). Takutnya tersibghah oleh sisi-sisi maskulin yang tak kita sadari, gitu ...

Katanya sih, seorang akhwat itu harus pakai jilbab rapi (dan berkibar-kibar hihihi), baju panjang (ya iya lah ... secara menutup aurat), sandal/ sepatu yang feminin (wekkssss!!), dan tas ”cangklekan”. Hwwuuaaaaa ..... ??

Tapi bagiku, nggak masalah deh kalo misal ada akhwat pake sandal gunung (hehe .. pembelaan diri neeh ..), meskipun kenyataannya jarang ada akhwat pake sendal gunung ... (hehe .. jangan-jangan cuman aku doang? wattaa ... nggak lah, ada 1-3 orang kok .. nyari pendukung neeh ...^o^ V). Meskipun mungkin banyak yang bilang, itu masih terlalu maskulin, mbok ya lebih feminin dikit, jangan menyerupai laki-laki gitu ... hiekkkk!!!

Nek bagiku, selama masih dalam kondisi wajar sih gak papa, (menurutku lho ...), lagian apapun yang kita pakai asal nyaman dan nggak mengganggu pemandangan sih, gak masalah!

Ah .. pada akhirnya tiap orang punya pilihan sendiri-sendiri. But bagiku, gak masalah lah yaw pake sandal gunung (wong itu belinya halal bin toyyib) dan pake tas punggung. Dan aku juga tetep seorang akhwat kok! Hehe ...

Yang penting, menjadi diri sendiri deh .. nggak perlu ikut-ikutan orang lain musti pake ini pake itu ... PD aja!

Jangan Tolak Cintaku episode 2

nih sambungannnyaaaaaaaaaaa ........................................



“Nak, kalau kau tak betah di sana, berhenti saja lah. Ibu tak apa-apa. Ibu masih sanggup membiayai adik-adikmu. Jangan terlalu dipaksakan.”
“Segera menikahlah, Nak. Biar ada yang menjagamu. Ibu tak mungkin menjagamu terus menerus.”
…..
Kata-kata itu masih terngiang-ngiang di telinga Karima hingga kini. Ibu sudah hampir pulih dari sakitnya. Kata dokter yang merawatnya, Ibu hanya sedikit kelelahan bekerja dan harus banyak istirahat. Tapi Ibu tetaplah Ibu, yang tidak terlalu memperdulikan peringatan dari dokter untuk bedrest beberapa hari. Ibu tetap menjahit seperti biasa, apalagi pesanan jahitan semakin banyak. Ibu sering melembur pekerjaannya hingga tengah malam tanpa memperdulikan kesehatannya yang semakin memburuk akhir-akhir ini. Ketika Karima pulang, Ibu selalu menanyakan kapan akan menikah. Dan Karima hanya bisa terdiam mendengar pertanyaan Ibunya itu. Sebenarnya Karima ingin segera menggenapkan dien-nya tapi dia ingin konsentrasi dulu dengan kondisi ibu dan ketiga adiknya. Karima tahu bahwa mereka masih sangat membutuhkannya. Jadi untuk masalah menikah, Karima tak terlalu memperdulikannya.
Langkah kecilnya perlahan menyusuri jalan kecil dekat taman kota. Hari ini Karima hendak pulang kembali ke rumah keluarga Hermawan untuk bekerja seperti biasanya.
Ya Allah … aku akan kembali lagi ke rumah besar itu.
Karima mendesah pelan.
Tiba-tiba …
Ada dua orang laki-laki menahan langkah kakinya hingga membuatnya terkaget-kaget.
Ya Allah ... Mereka mau apa ?
Kemudian salah seorang dari mereka maju dan menodongnya dengan sebuah pisau lipat.
”Cepat serahkan uang dan perhiasanmu!”
Astagfirullahal’adzim ... Ya Allah, tolonglah hamba-Mu ini.
Karima mundur beberapa langkah ketika lelaki berkacamata hitam itu mencoba mendekatinya.
Tiba-tiba ...
”Beraninya cuma sama cewek?”
Karima menoleh.
Panji ... ?
Kedua laki-laki itu terlihat kesal melihat kedatangan Panji karena telah mengacaukan rencana jahat mereka pada Karima. Dan tak lama kemudian perkelahian sengit pun terjadi dengan jumlah tidak seimbang, satu orang melawan dua orang. Tapi Panji berhasil mengatasi ketiganya. Tak sulit bagi Panji, yang merupakan atlet taekwondo ban hitam di kotanya, untuk mengalahkan kedua pemuda yang hendak mengeroyoknya. Panji mencengkeram kerah si kacamata hitam dan menatap tajam matanya.
”Ini untuk yang pertama dan terakhir!”
Akhirnya kedua penjahat itu kabur. Sementara Karima tak beranjak dari tempatnya berdiri. Sepertinya gadis berjilbab hijau muda itu masih terlihat kebingungan.
Panji membalikkan badannya.
”Mereka sudah pergi. Ayo pulang.” ajak Panji dengan suara lebih lunak tanpa melihat ke arah Karima.
Pulang?
Panji melangkahkan kakinya menuju mobilnya.
Haruskah aku satu mobil berdua saja dengannya ...?
Akhirnya Karima terpaksa mengikuti langkah Panji menuju Jeep kesayangan Tuan Muda-nya itu.
”Terima kasih .... sudah menolongku.” ucap Karima pelan ketika Panji hendak men-starter mobilnya.
Panji hanya tersenyum tipis.
***
Sejak kejadian di taman kota itu, baik Panji maupun Karima sedikit mengambil jarak. Keduanya mulai terlihat jarang berinteraksi meskipun Karima tetap bekerja melayani majikan muda-nya itu seperti hari-hari biasa. Mulai dari menyiapkan sarapan pagi hingga menyediakan baju yang akan dipakai Tuan Muda-nya itu. Namun Karima sadar bahwa bagaimana pun juga Panji tetaplah lelaki sehingga Karima berusaha membatasi interaksinya dengan sang majikan muda. Karima tetap berusaha menjaga batas-batas hubungan antara laki-laki dan perempuan meskipun dalam pekerjaan.
Pagi ini Karima sedang menyirami dan memotong beberapa tanaman yang mulai tumbuh liar di taman belakang rumah majikannya. Karima tampak gembira dengan pekerjaannya itu.
Tiba-tiba Panji datang menghampirinya.
”Rima, aku ingin bicara.”
Karima menghentikan pekerjaannya sementara. Kepalanya menunduk.
”Rima, aku jatuh cinta padamu.”
Karima kaget mendengar pengakuan majikan mudanya itu.
”Menikahlah denganku ...”
Karima terpana mendengarnya.
”Aku serius.”
Karima merasa pipinya bersemu merah. Dan hatinya teraduk-aduk tak karuan.
”Aku butuh jawaban darimu, Rima.”
Karima mundur beberapa langkah karena jarak mereka sebelumnya begitu dekat. Dan Karima belum mampu mengeluarkan kata-kata dari mulutnya. Mulutnya serasa terkunci rapat.
Atas dasar apa engkau mencintaiku? Kita berbeda, Tuan Muda.
”Maaf, saya tidak bisa.”
”Kenapa?” tanya Panji setengah tak percaya.
Tak terasa butiran bening perlahan mengalir dari kelopak mata indah milik gadis cantik itu. Karima menundukkan kepalanya, tak ingin Panji mengetahui yang sebenarnya.
Kita berbeda, Tuan Muda. Dalam hal apapun ...
***
Meskipun Karima telah menolak cintanya, Panji tetap tak kenal menyerah. Panji tak pernah melewatkan kesempatan yang ada untuk menyatakan cintanya kembali kepada gadis pujaannya itu.
”Kenapa kau menolakku?”
”Apakah karena aku lebih muda dua tahun darimu?”
”Apa karena aku majikan dan kau pembantuku?”
”Apa aku bukah lelaki yang diharapkan oleh seorang gadis berjilbab sepertimu?”
”Aku akan berubah jika kau mau ...”
”Please, jangan tolak cintaku ...”
Kata-kata itu selalu terngiang di telinga Karima. Karima tahu Panji adalah lelaki sempurna. Tampan, cerdas, dan segala kebutuhannya terpenuhi. Tapi Karima sadar bahwa Panji terlalu sempurna untuk dimiliki. Dia sadar dengan posisinya sebagai seorang asisten pribadi majikan mudanya itu.
Akhirnya Karima memilih keluar dari pekerjaan sebagai asisten pribadi Panji. Selain karena sudah mendapatkan pekerjaan tetap sebagai guru di salah satu TK swasta terkenal di kotanya, meskipun berbeda jauh dengan latar belakang kelulusannya dari Fakultas Ekonomi dulu, juga karena Karima ingin menghindar dari majikan mudanya itu. Karima ingin menghapus kenangannya bersama lelaki yang pernah menjadi majikannya itu. Meskipun gajinya menjadi guru TK tak lebih besar dari gaji yang diterimanya sewaktu masih bekerja di keluarga Hermawan, tetapi Karima merasa nyaman dengan kondisi di tempatnya bekerja sekarang. Apalagi Karima sangat menyukai anak-anak kecil seusia TK. Dan semenjak keluar dari pekerjaannya, Panji benar-benar kehilangan jejak Karima. Panji berusaha mencarinya tapi tak pernah ditemukannya sosok gadis manis berjilbab lebar yang pernah singgah di hatinya. Dan selama itu pun, Panji tak pernah bisa melupakan Karima karena Karima adalah cinta pertama baginya.
Namun akhirnya ...
Lima hari yang lalu, Panji tak sengaja bertemu Karima di TK tempat Karima mengajar. Kenangan lama pun bersemi kembali. Apalagi baik Panji maupun Karima, ternyata masing-masing masih sendiri, belum menemukan jodoh yang tepat untuk mendampingi hari-hari mereka.
Ya ... manusia memang tak kan pernah tahu apa yang digariskan oleh Tuhannya.
***
Dalam sujud panjangnya di keheningan malam ….
“Ya Rabb … haruskah aku menerimanya? Aku takut jika keputusanku memilihnya, ternyata aku telah jatuh cinta kepadanya lebih dulu. Hanya engkau yang mengetahui hatiku, hanya Engkau yang mengetahui niatku. Aku ingin mencintainya karena-Mu. Jika Engkau ijinkan, maka satukanlah kami dalam sebuah bahtera … Berilah yang terbaik untuk kami semua …”
”Kalaupun dia bukan jodoh terbaik bagiku dan aku bukan yang terbaik untuknya ... maka berikan kami jalan yang terbaik ...”
Tak terasa rintik-rintik kecil mengiringi istikharahnya malam ini. Dan malam ini adalah malam terakhir Karima ber-istikharah, meminta petunjuk-Nya. Lima hari yang lalu ketika Panji datang menemui Karima di tempatnya bekerja, Panji mengajukan pinangannya kembali.
“Aku bersungguh-sungguh, Karima. Insya Allah, lima hari lagi aku akan datang melamarmu.”
Dan kini Karima sudah menemukan jawabannya.
***
Panji, lelaki tampan yang kaya itu, kini sudah berubah menjadi sosok lelaki sholeh yang mendambakan wanita seperti Fatimah binti Muhammad. Panji terlihat lebih dewasa, baik dari segi pemikiran maupun penampilan. Waktu telah banyak mengubahnya untuk belajar tentang arti sebuah hidup dan berjuang. Tentang Islam.
Namun Panji tetaplah Panji, lelaki yang tak pernah menyerah meski cintanya telah ditolak berkali-kali oleh asisten pribadinya sendiri, Karima. Waktu dua tahun lebih ternyata tak mampu menghapuskan keinginannya untuk meminang wanita berparas ayu itu. Panji tetap bertekad untuk meminang kembali wanita yang dianggapnya punya prinsip yang teguh. Kali ini Panji begitu yakin bahwa dia telah datang di saat yang paling tepat.
Kini Panji sedang berhadapan dengan Karima dan Ibunya.
”Saya ... saya kesini ingin melamar putri Ibu.”
Please, jangan tolak cintaku !
***
Epilog
Surakarta, 7 Januari 2008.
Ilaa Akhi Panji,
Assalamualaikum warahmatullah ...
Sebelumnya saya ucapkan jazakumulloh khoiron katsir atas pinangan antum beberapa waktu yang lalu. Saya sungguh merasa sangat tersanjung. Tapi saya mohon maaf, saya tidak bisa menerimanya. Saya tahu antum telah banyak ”belajar” tentang arti hidup ini, belajar menjadi ikhwan (seperti yang antum katakan). Tapi kita berbeda, akhi. Berbeda dalam banyak hal ... Dan saya rasa antum sudah memahami yang saya maksud. Banyak yang jauh lebih pantas dari saya untuk bisa bersanding dengan seorang Muhammad Panji Hermawan. Tentang jodoh, hanya Alloh Yang Maha Tahu.
Mohon diikhlaskan atas segala khilaf saya.
Wassalamualaikum warahmatullah...
Karima
Lelaki itu tersenyum tipis setelah membaca bait-bait penolakan untukknya.
Kita memang berbeda, Tuan Putri ...
Lelaki itu tertunduk dalam diam.
Karena aku hanyalah pungguk .... Sedang engkau rembulannya ....
Mata beningnya berkaca-kaca.-end-


Sebuah kisah cinta yang mungkin terasa” aneh” bagi sebagian orang,
Solo, Januari 2008 Last edited 07.00 WIB

GANDRUNG



28 oktober 2008 .. eh hari sumpah pemuda ya …

Bis magrib tadi lagi enak-enaknya ndengerin winamp …

Tuhan kuatkan aku
Lindungiku dari putus asa
Jika ku harus mati
Pertemukan aku dengan-Mu

Uhhhh …. So sweet banget sih liriknya … setelah a love to kill, ni lagu bener-bener membunuhku deh .. hiekkksss!!!
Lagi asyik dengerin muhasabah cinta gini, tiba-tiba ……..

Whuaaaaaaaaaaaaaaa ……………….!!!

Kaget tenan aku … jeritan dari ruang tipi.
Tahu nggak apa?
Ada Peterpan!!!
Watatataaaa ....!
Jadi ceritane ki, ada wabah ”peterpan” di kosku tercinta, sejak beberapa hari yang lalu. Gak tahu tuh pada kesambet apa ....

-tuing-tuing ...-

Heboh banget nih anak-anak kos semenjak konser terakhir peterpan yang katanya mau ganti nama (opo piye? Aku gak mudeng maksude ganti nama ... ra penting). Nah sejak itu, virus ”peterpan” tambah mewabah di kos. Anak-anak tambah gandrung ma yang namanya ariel, si vokalis ... wekssss!!! (tapi ku gak ikut-ikutan, gak seneng sih!)
Tiap ada peterpan langsung dah ada yang mengkomandoi buat nonton , ”Woiiiiiiiii ... peterpaners, ada peterpan ki!!!” langsung deh, pada nyanyi bareng ngikutin peterpan ... ada-ada aja. Wis, pokokny ruang tipi dadi rame!!!
Mbuh ki, gak ada angin gak ada hujan, eh anak-anak pada gandrung peterpen ... hare genee??

-hehehe...-

Nek aku pribadi sih, emang gak suka ma peterpan (maaf ya, peterpan ... ^.^ V) atau band-band lain yang sekarang ini ladi digandrungi sama anak-anak muda jaman sekarang. Gak mudeng juga sama perkembangan sekarang. Jadi sorri-sorri aja, mau lagunya sebagus apapun, namanya gak suka yo gak suka ... lebih enak dengerin lagu korea yang so sweet, mellow tapi ”dalem” banget maknanya .. hehe ... ato Muhasabah Cinta deh ...

-fufufufuu...-

Soale nek aku dhewe ki yo, emang rodo aneh .. disaat yang lain lagi gandrung ma band-band anyar dan sejenisnya, aku ki malah suka ma lagu-lagu jaman dulu ... yang menurutku masih rada alami .. (maksudnya? Dadi eling iklan Telkom yang telpooon ... telpooonn rumah ... bla bla bla ... lucu!).
Gini lho, nek sekarang, katanya lagu-lagu iku isine yo tentang perselingkuhan lah, pengkhianatan, wis semacam ikulah ... dipikir-pikir kasian juga bangsa Indonesia, ternyata sekarang kesetiaan mereka udah luntur ... maybe ... merasakan hal yang sama ?

-mesakke yow...-

Meskipun bagiku, tetep paling enak didengar yow nasyid lah!!! Hehe ... (apalagi nek ndengerin nasyidnya Izzis or JV, weh ... keren tenan ik!) mau haroki ... mau mellow ... or setengah haroki setengah mellow (maksude? Hehe) ... gak masalah lah, sing penting enak didengar .. ya kan?? Dan sesuai porsinya aja ... lebih enak lagi kalo dengerin murottal kan ya, nenangin ati dan pikiran. Alhamdulillah ....

-eh tapi yo seneng juga dengerin nasyid Korea lah ... wkwkwkwk ... nasyid Korea??? hihi -

Yah .. pilihan dan pendapat tiap orang emang beda. Ada yang sukaaa banget sama pop, regge ... opo dangdut ... ada yang suka nasyid ... atau yang antimusik sekalipun ... yang penting porsinya seimbang aja, nggak berlebihan aja. Meski musik terbaik adalah ayat-ayat cintaNya ...

-lagi belajar buat ninggalin musik” aneh ... hihihi-

Tapi betewi ki yo, ngomong-ngomong masalah musik, aku jadi inget something ...
Ada yang protes, udah jadi akhwat kok masih aja suka sama musik Korea ... hehe... nasyid dong ukh, nasyid! Lha ... gak masalah kalee .. daripada sama lagunya Trio Macan hayoouuu????

-wekekekek ... gak banget lah!!!-

Wislah ... selera orang emang beda, sing penting orang nggak merasa terganggu dengan seleraku ... hehe ...

-iki opo maksude??? .. mbuh lah .. ra penting-

Tiba-tiba ...
Na saranghaji mothage charai naui nuni molge heboril goshiji
we nega gudeui arumdaumul boge manduronunji
na ijen nomu nujoji gudenun imi neane pojyo
shiso neryohedo jiwoboryohedo kuthobshi on mome jomjom bonjyoman ga
jigumshig jichyogaji nomuna igsughan aphume
surojirago naui okkerul jidnurumyonso
sesangun marul haji nanun kumul kwosonun andoendago
amuron himangdo nowaui sarangdo negen horagdoeji anhun gorago

-wis ahh ... -

Bait-bait Cinta dari ....

Oktober’08
Saat sepi merindu ....

Berjumpa denganmu adalah cinta,
mencintaimu adalah anugerah,
ridhoi aku menjadi saudaramu.
Semoga Allah mengekalkan ikatan ini,
meneguhkan kita di jalan ini,
dan mengumpulkan kita di jannah-Nya nanti.

Aku tahu betapa Allah sangat … mencintaiku.
Bahkan ketika ujian sedang melanda,
itu adalah tanda bahwa Dia akan semakin … mencintaiku.
Ya Rabbi, sahabatku ini adalah bukti cinta-Mu …
========================================================= ^.^

Bait cinta di atas adalah sms-sms dari sahabat saya yang hadir saat malam menjelang, entah untuk ke berapa kalinya. Saat raga begitu penat dan mata sudah hampir tak tahan lagi untuk terpejam. Namun jari-jari ini seolah tak ingin kalah untuk mengirimkan ”kata-kata cinta” yang sama kepadanya. Tak menyadari, bahwa saya telah jatuh cinta pada bait-bait cinta yang mereka kirimkan. Fiuuhhh ...

Sahabat itu selamanya seperti bintang di langit yang senatiasa berkerlap kerlip. Meski terpisah jauh, aku ingin engkau tetap merasa tertemani olehku. Meski aku hanya bisa berbisik “aku mencintaimu karena Allah.”

Kalau sudah begini, saya jadi teringat dengan sahabat-sahabat saya di kampus. Begitu banyak hari yang saya lalui bersama sahabat-sahabat saya. Ada kalanya kami bisa berkompak-kompak ria, namun suatu waktu kami pun sering ”bertengkar” karena sesuatu hal yang kadang dianggap sepele. Susah, senang ditanggung sama-sama. Terkenang dengan tawa riang mereka, juga tangis pilu dengan raut wajah sedih. Orang bijak mengatakan: “Adakah orang alim yang tak pernah salah, adakah pedang yang tak tumpul, adakah orang baik yang tak pernah berubah.” Semuanya datang silih berganti dan saya benar-benar menikmatinya. Justru masa-masa itu yang membuat saya rindu dengan mereka, sahabat-sahabat saya. Masa-masa saat kami mengalami ”ketegangan” bersama karena beda pendapat atau karena berbeda jalan sikap. Yaa .. saat kami saling jutek, saat kami tak sadar bahwa kejutekan itu hadir karena kami saling mencintai.

Apalagi saat pertama kali masuk kampus Ekonomi, tak mengenal siapapun. Seolah-olah sebatang kara saja. Tragis. Kenal pun, masih yang malu-malu. Belum berani untuk benar-benar menjadi ”dekat” layaknya seorang sahabat. Masih segar dalam ingatan ketika pertama kali ramai-ramai ikut STATISTIKA di Matesih. Masih dengan wajah-wajah culun dan imut layaknya anak TK yang baru saja punya teman. Outbond yang melelahkan tapi juga menyenangkan. Dan sejak saat itupun, kami mulai belajar untuk bisa saling memahami satu sama lain. Mulai bisa tertawa lepas saat berkumpul bersama, dengan celotehan-celotehan riang. Mulai saling mengirimi sms-sms cinta dan penyemangat. Saat semangat kami begitu membara untuk menghusung dakwah ini bersama-sama. Dan berjuang bersama-sama di kampus tercinta dalam segala peluhnya. So sweet ...!

Kitalah dakwah itu,
kitalah ruh pergerakan itu,
kitalah kemenangan seruan itu,
karena kita dan dakwah laksana jasad dan ruh-nya.
Marilah menjemput semangat yang pernah berkobar.
Jika kini ia melemah ... Kuatlah! Allohu Akbar!!!

Ah .. jadi merindukan saat-saat seperti itu.
Saya baru sadari itu.

Sekarang saya dan sahabat-sahabat saya memang jarang berkumpul, mungkin lebih karena kami sudah memasuki area-area ”meluluskan diri” dari kampus Ekonomi tercinta. Tidak lagi bertemu dalam satu kelas di mata kuliah yang sama. Masih ingat, dulu sering kerjasama ”telat masuk kelas” karena harus memenuhi ”hak perut”, namanya juga masih anak-anak. Makan siang bersama di kantin kampus atau sekedar ngobrol kecil di ”lorong cinta” kampus kami. Dan yang lebih mengesankan hingga tak bisa saya lupakan adalah saat ”istirahat” bersama di Mushola Putri yang sekarang sudah tak dapat kami gunakan lagi karena sudah beralih fungsi untuk dosen saja. Rindu sekali dengan ramainya Mushola Putri meski ruangannya serasa sempit saat kami berkumpul di sana. Saya bisa merasakan indahnya kebersamaan kala itu. Huhff ....

Dan yang membuat memori ini semakin berputar jauh mengingat persahabatan, justru saat-saat kepahitan yang kami alami sama-sama. Saat-saat kami bertengkar, berbeda pendapat, saat saya ataupun sahabat yang lain merasa sendirian ... atau saat dimana kami berpelukan dalam tangis setelah mengakhiri amanah-amanah organisasi di kampus. Yaa .. saat-saat seperti itulah, saat paling terkenang dalam hidup saya. Karena, itu tandanya kami saling memahami, saling pengertian. Bukankah batas antara benci dan cinta sangat tipis sekali? Pun ketika saya benci dengan seorang sahabat saya, karena berbeda pendapat atau apapun alasannya, saya merasakan hal itu sebagai tanda cinta saya pada mereka.

Kini, kami sudah sibuk dengan ”dunia” kami masing-masing. Apalagi kalau sudah jadi ”orangtua” di kampus, sudah bukan saatnya bisa bermanja-manja bersama sahabat-sahabat saya. Dulu, hampir tiap hari saya selalu mendapat bait-bait cinta dari sahabat saya melalu short-message-service. Sampai-sampai inbox saya tak bisa memuatnya, saking banyaknya. Pesan-pesan pendek itu selalu mampir, meski keesokan harinya kami akan bertemu. Tapi itu sangat menyenangkan, memikirkan betapa perhatiannya sahabat-sahabat saya itu. Hmmm ... Masa-masa saling memberi tausiyah, saling mengingatkan itu hampir lewat. Dan kini tergantikan dengan masa-masa saling ”merindukan”. Rindu bertemu untuk mengulang janji persahabatan sejati. Berjumpa dengan saat-saat seperti itu, kapan ya?

Apa kabar iman?
Sedang naik atau turunkah hari ini?
Apa kabar jiwa?
Sedang tenang atau goyah dan bimbangkah hari ini?
Apa kabar cinta?
Masih terlabuhkah padaNya?
Kaifa haluki ya ukhti?

Ya. Saya sangat merindui masa-masa itu. Masa dimana akan selalu ada seorang sahabat ketika hati ini terluka, ketika jiwa ini ringkih dan ketika raga ini mulai tak bertenaga. Meski hanya sekedar menyapa tanpa berjumpa wajah. Itu sudah lebih dari cukup. Sahabat yang ikut menangis saat kita terluka, ikut bahagia saat kita tertawa gembira. Sahabat yang selalu menguatkan saat kita lemah, selalu berdiri tegak di samping kita untuk memberikan semangatnya.

Ketahuilah olehmu ...
Ketika kau merasa lelah dan tak berdaya dari suatu hal yang sepertinya sia-sia,
Alloh tahu betapa keras engkau sudah berusaha.
Ketika kau sudah menangis sekian lama dan hatimu masih terasa pedih,
Alloh sudah menghitung airmata mu.
Ketika kau pikir hidupmu sedang menunggu sesuatu dan waktu serasa berlalu begitu saja,
Alloh sedang menunggu bersama denganmu.
Ketika kau merasa sendirian dan teman-temanmu terlalu sibuk untuk tetap bersamamu,
Alloh selalu berada disampingmu.
Ketika kau berpikir bahwa kau sudah mencoba segalanya dan tidak tahu harus berbuat apalagi,
Alloh punya jawab ...

Ya, pada seorang sahabat akan kau temukan kekuatan.
============================================================ ^.^

Alloh, entah sampai kapan aku masih bisa membersamai mereka.
Namun kupinta pada-Mu, sampaikan salamku pada sahabat-sahabatku.
Dan kutitipkan rindu ini pada-Mu.
Sepenuhnya ...

Teman-teman ...
KANGEN !!!
Ended 23.40 saat sepi merindu sahabat-sahabat tercinta ...



sesungguhnya Engkau tahu
bahwa hati ini tlah berpadu
berhimpun dalam naungan cintaMu

bertemu dalam ketaatan
bersatu dalam perjuangan
menegakkan syariat dalam kehidupan

Nantikanku di Rektorat ..................

17 oktober 2008
Jarum jam sih menunjukkan pukul 22.15 (tapi kayaknya tuh jam gak bener deh ..hehe)

Malem-malem gini … sambil dengerin A Love To Kill (tau gak? Kereeen banget loh .. hehe …) keinget lagi sama hal yang sama. Makanya jadi pengen nulis, daripada nganggur, ntar malah gak produktif lagi …
Sik .. sik … btw, inget sama apa yah? (ceritane, ini salah satu sudut hatiku bertanya ..)

^o^ V
Apaan tuh?

SKRIPSI …

Apa? (please, pardon me …) Ă  Tanya lagi neeh …

S K R I P S I
Wadoooowwww !!!!!
(kenapa jawabannya genee ya? Hiks hiks ... bikin sensi aja neeh)


Hemmm … SKRIPSI ….
Jadi sadar, ternyata aku udah nambah umur .. udah waktunya “cabut” dari kampus … udah waktunya “makaryo”, udah waktunya “menguasai dunia” … hehe …
Tapi kadang-kadang nih pikiran jadi mbludregg, asli!! Cuma denger teman-teman atau adik tingkat bilang satu kata aja “skripsi” … huhhhh sensi banget neeh! Susah banget buat meng”istiqomah”kan diri nulis skripsi … meluangkan waktu buat ngetik bahan-bahan skripsi … wadoooww!!! Napa yak?
Saat lagi semangat-semangatnya, lancar banget nih kedua jari ngetik di keyboard komputer (kagak bisa kalo 12 jari seeh … jadi lambat deh .. hee ..). Nyari referensi tambahan, bolak-balik kampus-kos, kampus-kos (mampir di kantin kadang-kadang, biar tambah tenaga) … hehe ..
Tapi kalo lagi “down-down”nya … wahhh … jangan ditanya, bukannya ngelanjutin skripsi, tapi malah dolan gak karuan .. hhhfff .. bikin sebel sama diri sendiri aja neeh!
Tambah gregetan nih ama skripsi gara-gara besok pagi ada temenku juga yang mau pendadaran ... Wakkkkssss!!! Wake up, Cix!!! Mau sampai kapan terus begini?? Inget yang di rumah, Cix!!!
Banyak hal sih yang membuatku kadang-kadang gak bisa bener-bener konsen nggarap skripsi ... karena yang namanya nggarap skripsi, kudu bener-bener fokus. Susah kalo masih disambi dengan banyaknya “amanah” lain di kampus … hiks … harus selalu menguatkan diri. Hal ini pun dialami sama temen seperjuangan skripsiku di manajemen juga (yang selalu saling menyemangati aku untuk sama-sama ngerjain skripsi). Kita berdua, aku dan temenku itu, sama-sama belum bisa bener-bener fokus ke skripsi ketika masih ada banyak “amanah” di kampus. Hiks… hiks … yah … sebenarnya gak boleh sih pake embel-embel amanah, tapi mau gimana lagi … hehe .. nyata neeh.
Tapi aku sadar, aku harus bangkit, semangat lagi buat nerusin skripsi .. kalo gak pengin jadi mahasiswa abadi ... hehe … (soir lah yaw .. kagak ada dalam kamusnya seorang Ucix deh ..).
Tapi percuma aja disemangatin banyak pihak (termasuk tulisan-tulisan penyemangat di kamar kos tercinta, they said that : Ayo Cix, SKRIPSI !), tapi kalo diriku sendiri gak mau “maju-maju” … sebanyak apapun “amanah” lain yang masih menggantung, harus bisa konsen ke skripsi. HARUS!!!

So, SEMANGAT ya, Cix !!! ^o^ V

Yah, belajar dari banyak hal yang kulihat dan kualami sendiri di kampus, bahwa kadang Alloh memberikan yang terbaik di saat tak terduga, meski mungkin bukan saat ini … entah kapan ...
I’am sure that I’ll say ……… yes, I can !!!

Alloh, bantuin ucix buat skripsinya yak? Hehe .. Pleaseee …J
Moga lancar dan bisa selesai tahun ini juga … amiiiiiiiiinnnnnnnnnn …

Skripsi, aku akan berjuang !!!
Rektorat, I am comingggggg 4 wisuda … yuhuuuuuuuuuuu .........
Hoahemmm … bobo’ dulu ah …


Ended @ 22.. 45 (iki jam-e “mblandang” deh .. )

Tuhan kuatkan aku
Lindungiku dari putus asa
Jika ku harus mati
Pertemukan aku dengan-Mu



Btw, teman-teman Q .. skripsi kalian sampai mana nih ? ^_^ V

Monday, October 27, 2008

Jangan Tolak Cintaku

By : Karima Al Fathiyya

sekedar info nih cerpen pernah dimuat di majalah SAHABAt hehe ..

Karima sedang membereskan ruangan tempatnya mengajar. Ruangan yang penuh dengan gambar berwarna-warni khas anak TK itu terlihat sedikit berantakan. Anak-anak TK yang diajarnya tadi sudah pulang lebih dulu. Sekolah TK itu kelihatan lebih sepi karena para guru dan juga kelas yang lain sudah pulang 5 menit yang lalu. Hanya tinggal seorang satpam dan tukang kebun.

“Assalamu’alaikum …”

Karima menoleh.

“Waalaikumsalam warahmatullah …”

Betapa terkejutnya Karima ketika mendapati siapa orang yang kini sedang berdiri di hadapannya dan mengucapkan salam padanya.

Panji ?

Sesaat keduanya terpaku dalam keheningan.

“Apa kabar ?” tanya lelaki berkacamata minus itu sedikit kaku.

Karima tersenyum tipis.

“Alhamdulillah baik. “

Suasana kembali hening. Dan kaku.

Ah … aku tak suka dengan suasana seperti ini. Kumohon, Panji … pergilah.

“Bolehkah aku berbicara sebentar denganmu?” tanya lelaki bernama Panji itu.

Karima menghela napasnya pelan.

Kenapa kau harus datang lagi?

***

Sudah hampir dua bulan Karima menganggur, tanpa pekerjaan tetap. Gelar SE (Sarjana Ekonomi) yang disandangnya pasca wisuda dua bulan yang lalu ternyata belum mampu memberikannya pekerjaan. Beberapa perusahaan besar dan kecil dimasukinya surat lamaran tetapi tak satupun yang menerimanya bekerja disana. Sebagian besar menyatakan keberatan karena jilbabnya terlalu lebar dan panjang. Terkadang Karima tak habis pikir, apa yang salah dengan jilbab lebarnya? Apa hubungannya jilbab dengan pembukuan dan administrasi perusahaan? Salahkah jika seorang muslimah hendak menegakkan kewajiban agamanya? Entahlah, mungkin mereka risih melihat jilbab lebar milik Karima. Tapi Karima tetaplah Karima, gadis cantik yang tak pernah menyerah dengan keadaan apapun. Dirinya sudah tertempa begitu kuatnya, apalagi sejak ayahnya meninggal ketika Karima masih berumur 15 tahun. Kalau tidak ingat akan tanggungan hidup ibu dan ketiga adiknya, Karima tentu tak mau menerima pekerjaannya yang sekarang.

Hari ini adalah hari pertama Karima bekerja di rumah keluarga Hermawan Kuncoroningrat, salah satu keluarga terkaya di kotanya. Karima diterima bekerja di keluarga itu menjadi asisten pribadi putra tunggal keluarga itu.

Karima sedang berhadapan dengan sang pemilik rumah, Nyonya Hermawan.

“Jadi tugasmu nanti hanya khusus melayani dan menyediakan segala keperluan putraku saja. Untuk urusan memasak dan yang lainnya, biar pembantu yang lain yang mengurusnya.”

Karima mengangguk pelan.

“Mulai hari ini kamu bisa bekerja. Ingat, tugasmu hanya melayani putra tunggalku saja. Dan semoga kamu betah disini, Nak Rima.”

Karima tersenyum.

Tiba-tiba seorang lelaki muda dengan penampilan yang sedikit berantakan datang dan tanpa mengucap sepatah kata pun, lelaki itu menaiki anak tangga menuju kamarnya. Namun langkahnya terhenti ketika Nyonya Hermawan memanggilnya.

“Panji !”

Lelaki muda yang ternyata bernama Panji itu berhenti.

“Ada apa sih, Ma?” tanya lelaki itu dengan santainya.

“Sini sebentar !”

Inikah Tuan Muda itu?

Panji turun dan menghampiri Mamanya.

“Panji, kenalkan ini Karima. Nanti dia yang akan mengurusi segala keperluanmu. Dan Karima, ini Panji, anak Ibu satu-satunya yang tadi Ibu ceritakan.”

“Ma, ngapain sih pakai baby sitter segala? Kayak anak bayi aja!” Panji protes.

Baby sitter? Aku? Siapa yang mau jadi baby sitter …?

Karima terdiam di tempat duduknya. Kepalanya sedikit menunduk.

“Dia bukan baby sitter, Panji. Dia adalah asisten pribadimu. Bedakan itu !”

“Terserah lah, Ma.” ucap Panji seraya meninggalkan Mamanya dan Karima.

Nyonya Hermawan hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan anak kesayangannya itu.

“Rima, kamu harus sabar ya menghadapi Panji. Dia memang seperti itu. Dia ... bla ... bla ...” Nyonya Hermawan tampak begitu bersemangat menceritakan putra tersayangnya itu.

Karima tersenyum tipis.

Ya … mungkin benar katamu, Tuan Muda. Aku akan menjadi baby sitter ... paling repot di dunia. Karena aku harus menghadapi bayi sepertimu …

Karima mendesah pelan.

***

Tok! Tok! Tok!

Panji membuka pintu kamarnya. Tampak seorang gadis berjilbab lebar berdiri di hadapannya sambil membawa sebuah nampan berisi segelas susu putih dan sepiring nasi goreng dengan sedikit taburan bawang goreng di atasnya.

“Ngapain sih pagi-pagi udah gangguin orang?”

Karima sedikit kaget mendengar omelan Panji.

“Maaf , Mas Panji saya hanya mau mengantarkan sarapan pagi.” ucapnya seraya menunduk.

Panji mengambil nampan itu dan membawanya ke dalam kamar. Kemudian pintu kamar langsung ditutupnya. Dan Karima hanya mampu mengelus dada melihat sikap dingin Tuan Muda-nya itu.

Ketika Karima hendak membalikkan badannya, Panji membuka pintu kamarnya kembali dan memanggilnya.

“Hey, lain kali makananku nggak perlu dianter. Aku bisa turun ke bawah.”

Brakk!!!

Karima kaget ketika Panji menutup pintu kamarnya dengan kasar.

Maunya gimana sih? Bukannya yang menyuruhku untuk membawa makananmu ke kamar adalah kamu sendiri?

Karima mendesah pelan.

Allohu Rabbi ... beri hamba kekuatan ...

Sudah hampir seminggu lebih Karima bekerja di rumah besar berarsitektur megah itu. Karima berusaha melayani majikan muda-nya itu dengan sebaik-baiknya karena bagaimana pun juga Karima tetaplah pegawai di keluarga itu. Terkadang Karima merasa jenuh dan ingin keluar dari pekerjaan itu. Tetapi jika mengingat ibu dan ketiga adiknya di rumah, Karima mengurungkan niatnya. Karima sadar bahwa dia lah yang butuh pekerjaan itu. Meskipun kadang dia harus menerima perlakuan dingin dari Tuan Muda-nya itu. Seperti pagi ini, Panji sepertinya tidak suka ketika Karima mengantar sarapan paginya ke kamar. Padahal Panji yang memintanya sendiri beberapa hari yang lalu, tapi sekarang malah menyuruhnya untuk tidak mengantar sarapan paginya ke kamarnya.

***

Panji sedang menikmati segarnya udara pagi di balkon rumahnya. Jam dinding di kamarnya masih menunjukkan pukul 04.30 WIB. Sehabis shalat subuh, Panji memulai aktivitas barunya yaitu menghirup udara segar di balkon rumahnya. Secara perlahan Panji memang mulai terbiasa bangun pagi. Biasanya dia selalu bangun kesiangan hingga tak jarang shalat subuhnya pun bolong-bolong. Tapi semenjak Karima bekerja di rumahnya, Panji terlihat lebih rajin. Shalatnya tak lagi bolong-bolong bahkan perlahan sikap dinginnya mulai berubah. Lelaki muda yang kini sedang menempuh studi S1-nya di salah satu perguruan tinggi di Surakarta itu, mulai terbiasa dengan kehadiran Karima sebagai asisten pribadinya.

Panji menuruni anak tangga pelan-pelan. Dilangkahkan kakinya menuju dapur dan membuka lemari es. Kemudian diteguknya segelas air minum dingin yang diambil dari lemari es yang ada di dapur. Ketika hendak menuju taman yang ada di belakang rumah megah itu, kakinya terhenti sejenak karena mendengar suara bening melantunkan ayat-ayat Allah dari kamar Karima. Pintu kamar itu sedikit terbuka. Ditengoknya sekilas kamar asisten pribadinya itu. Tampak Karima sedang tilawah dengan masih mengenakan mukena putihnya. Karima tak sadar kalau ada seorang lelaki yang sedang memperhatikannya.

Gadis itu sangat berbeda dengan gadis lainnya yang pernah kukenal. Penampilannya yang aneh, jilbab panjang, kaos kaki, baju yang tertutup rapat, cara salaman yang berbeda … Setiap hari selalu bangun lebih awal. Shalat dan mengaji ... tetapi selalu diam jika kumarahi.

Untuk beberapa detik lamanya, mata Panji tak lepas dari sosok Karima yang sedang mengaji.

Apa aku terlalu jahat ya sudah memarahinya setiap hari? Padahal sebenarnya dia nggak salah … emm .. sebenarnya dia juga cantik sih … ah kenapa aku jadi melankolis seperti ini ??

Panji mendesah pelan.

***

“Rima!”

Panji melemparkan tas punggungnya ke atas tempat tidurnya.

“Rima!”

Karena merasa tak ada sahutan, Panji turun ke bawah. Di ruang makan, tampak Mama-nya sedang menikmati makan siangnya. Panji langsung mengambil tempat duduknya dan menyantap makanan yang ada di hadapannya.

“Rima kemana, Ma?”

“Pulang.” Jawab Mama-nya singkat.

Panji terkaget-kaget mendengar jawaban dari Mama-nya.

“Kemana, Ma? Kok nggak bilang-bilang ke aku? Nggak ijin lagi!” tanyanya seraya mengambil sepotong sosis ayam kesukaannya.

Wanita berumur hampir 45 tahun itu tersenyum.

“Satu-satu dong kalau tanya. Panji, Rima pulang ke rumahnya karena Ibu-nya sakit. Jadi tadi dia minta ijin sama Mama untuk berada di rumah selama seminggu.”

Seminggu?

Panji tersedak. Segera diteguknya segelas air putih yang ada di samping kanannya.

“Kamu kenapa? Makanya kalau nelan makanan itu hati-hati.”

Panji meringis.

Kenapa tiba-tiba aku merasa kehilangan … ?

***

Panji sedang rebahan di atas tempat tidurnya. Matanya menerawang langit-langit di kamarnya. Ada sesuatu yang sedang dipikirkannya.

Hhh …

Kenapa aku ini? Kenapa aku kepikiran terus dengan gadis itu? Apa istimewanya sih dia sampai-sampai bayangannya seakan mengikutiku kemanapun aku melangkah. Oh My God … aku bisa gila kalau begini terus!

Panji membuka laci meja yang ada di samping kanan tempat tidurnya. Diambilnya sebuah bingkai kecil berwarna hitam polos. Ada foto seseorang disana. Seorang gadis manis dengan jilbab putih bermotif bunga tulip warna hitam.

Inikah yang namanya cinta? Hatiku bergetar kala menatap bola matanya yang indah, tanganku selalu basah oleh keringat kala berdekatan dengannya. Sosoknya terlalu lekat di mataku. Oh Tuhan … sampai kapan aku harus begini …

Perlahan sorot matanya mulai meredup.

Dan akhirnya terbang bersama mimpi indahnya.

***


bersambuuuuungggggggg ..................................

Binar Mata Sandra, episode 2

afwaan lama yah ... hehe ..

Brugg!!!

Tiba-tiba tubuh kurus itu jatuh terkulai di koridor gedung kuliah. Beberapa akhwat yang melihat gadis itu pingsan, dengan sigap langsung menggotongnya ke tepi.

”Masya Allah, Sandra! Kenapa ... ?” ucap Indy cemas.

Terlihat beberapa ikhwan, yang kebetulan berada di situ, bingung harus berbuat apa. Karena yang harus ditolong adalah seorang akhwat. Wajah Sandra terlihat sangat pucat dan darah terus mengalir dari hidungnya. Sandra masih belum sadar.

”Kenapa kalian diam saja! Cepat panggil taksi atau apapun untuk membawanya ke rumah sakit!!”

Ucapan Indy yang cukup keras segera menyadarkan para ikhwan untuk segera bertindak. Dengan sigap salah seorang ikhwan berlari keluar memanggil taksi. Di tengah kepanikan akhwat-akhwat itu, Sandra tersadar dari pingsannya.

Sandra berusaha mengambil posisi duduk. Disandarkannya tubuhnya yang lemah. Sandar terlihat sangat kesakitan.

”Aku nggak apa-apa. Kita nggak perlu ke rumah sakit ... ” ucap Sandra seraya menghapus darah yang keluar dari hidungnya.

”Sandra, kamu sakit. Lihat hidungmu, berdarah! Kamu ...”

Akhwat lain berusaha membujuk Sandra agar mau dibawa ke rumah sakit. Tapi Sandra bersikukuh untuk pulang saja. Akhirnya akhwat-akhwat itu mengalah dan Sandra pun pulang dengan diantar Indy.

Aku masih ingin hidup ... ya Allah ...

***

Di sebuah ruangan di rumah sakit ...

”Gimana akh? Sudah lebih baik?” tanya Sandra.

Bayu tersenyum.

”Alhamdulillah, Ukhti sekarang saya merasa lebih baik. Allah sungguh masih sangat menyayangi saya. Saya masih bisa menikmati hidup hingga kini.”

Hidup ... masihkah milikku? tanya Sandra dalam hati.

”Saya selalu ingat kata-kata anti. Bukankah bila Allah mencintai seorang hamba, maka diberilah hamba itu ujian. Dan mungkin inilah salah satu cara Allah mencintai saya. Inilah karunia terbaik dari Allah untuk saya. Walaupun sekarang saya tidak bisa melihat warna pelangi. Karena ... sekarang yang bisa saya lihat hanya hitam .. hitam ... dan hitam.” ada sesungging senyum ketika Bayu mengakhiri ucapannya.

Sandra ikut tersenyum. Tapi kali ini terasa pahit. Dan getir.

Ya Allah, dia benar, Engkau memberiku rasa sakit ini karena ... Engkau mencintaiku. Subhanallah, sekarang dia lebih terlihat dewasa dan ... bijak! Seharusnya aku bisa belajar dari ikhwan itu.

***

Suatu sore ...

Indy sedang menunggu seseorang di tepi sebuah pantai. Sesekali Indy melihat ke arah jam tangannya. Wajahnya terlihat gelisah.

Dimana kamu, Sandra?

Sejak menjenguk Bayu di rumah sakit, seakan-akan Sandra hilang ditelan bumi. Banyak yang menanyakan kabar gadis itu sejak kejadian pingsannya tempo hari. Bahkan Indy, seseorang yang paling dekat dengan Sandra, tak tahu keadaan sahabat dekatnya itu. Indy sudah berusaha menghubungi handphone Sandra, tapi setiap Indy mencoba meneleponnya tak pernah diangkat oleh Sandra. Sandra pun tidak ada di kost-nya. Sandra benar-benar menghilang dari kehidupan kampus.

Dan sekarang Indy benar-benar dibuat bingung oleh sikap Sandra. Sandra menyuruhnya datang ke pantai tempat mereka biasa bertemu. Tapi sudah setengah jam lebih, Sandra tak juga datang.

Tiba-tiba ...

Kedua gadis itu sudah berpelukan dan berlinangan airmata. Indy menatap wajah sahabat dekatnya itu seakan hendak memuaskan kerinduannya. Digenggamnya tangan milik sahabatnya itu dengan erat. Terasa dingin.

”Ndy, mau dengerin aku?”

Indy tersenyum dan mengangguk.

Sandra pun menceritakan segala kisahnya, tentang penyakitnya dan hidupnya yang seolah hampir mati. Tentang menghilangnya Sandra dari kehidupan kampus. Tentang waktu yang tersisa dalam hidupnya.

Airmata Indy semakin deras mengalir.

”Ndy, nggak usah nangis ... Semua sudah digariskan oleh Allah. Inilah yang terbaik buatku. Lihat, aku masih diberi kekuatan untuk bertemu denganmu hingga kini ...” ucap Sandra seraya tersenyum.

Indy memeluk tubuh Sandra yang terlihat semakin kurus saja.

Ya Rabb ... betapa tubuh ini semakin kurus saja. Wajahnya yang dulu selalu berseri-seri, kini terlihat semakin pucat. Tapi ... Subhanallah, senyum tak penah lepas dari bibir manisnya. Wajahnya bagai tak merasakan derita, karena yang kulihat kini adalah sebuah wajah penuh ketegaran. Ya Allah ... betapa aku selama ini tak pernah mencoba memahami dirinya, memperhatikan kondisinya, meninggalkannya sendiri. Aku terlalu sibuk dengan duniaku sendiri. Sahabat macam apa aku ini?! Aku tidak akan membiarkannya sendiri lagi ...

”Aku akan menikah, Ndy.” ucap Sandra lirih.

Indy melepaskan pelukannya. Indy benar-benar terkejut. Dipandanginya wajah tirus sahabatnya itu. Dan Indy melihat ada sebuah binar di mata bening milik Sandra.

***

Keluarga besar dan sahabat-sahabat dekatnya berucap syukur ketika lelaki tampan itu selesai mengikrarkan janjinya untuk seorang wanita cantik berkerudung putih. Dan lelaki itu pun tersenyum bahagia.

Polesan tipis di wajah wanita cantik itu hampir menghilang tapi wajah cantiknya tak pernah lepas menyunggingkan senyum ke semua orang yang hadir. Sedang lelaki tampan itu sesekali mencuri pandang ke arah wanita cantik yang kini telah menjadi istrinya.

Duhai Allah ... Maha Besar Engkau yang telah mengirim seorang Sandra, bidadari bermata jeli kepadaku ... batin lelaki itu berucap syukur.

***

”Sandra menikah?” tanya Bayu.

Siang itu Dodi dan Fendi datang menjenguk Bayu. Sudah hampir sebulan sejak kepulangan Bayu dari rumah sakit, mereka berdua sering berkunjung ke rumah Bayu. Bayu memang sudah sembuh walaupun tidak bisa melihat lagi. Bahkan Bayu sudah mulai aktif di kampus lagi. Hanya saja dia masih kesulitan untuk beradaptasi dengan ”dunia baru”nya. Dan ikhwan-ikhwan di LKI pun terus menyemangatinya. Hal itulah yang mampu membuat Bayu bertahan. Dan hari ini, Dodi dan Fendi datang ke rumahnya dengan membawa kabar bahwa Sandra, sekbidnya, telah menikah.

Dan Bayu hanya mampu berucap syukur.

***

Suatu sore di sebuah rumah sakit ...

Lelaki tampan itu duduk dengan perasaan gelisah. Matanya terlihat berkaca-kaca. Otaknya memutar kembali slide-slide kecil yang penuh kenangan.

Ya Allah ... selamatkan bidadariku. Jangan biarkan ia pergi. Aku masih ingin bersamanya ... Ijinkan aku mengucapkan cinta padanya ... Kumohon ...

Ircham, lelaki tampan itu, sedang menunggui Sandra, sang istri tercinta, yang kini tengah terbaring lemah di rumah sakit. Tadi pagi ketika hendak berangkat kuliah, tiba-tiba Sandra terjatuh dan langsung tak sadarkan diri bahkan hidungnya berdarah. Ircham langsung membawanya ke rumah sakit. Sudah seharian ini, dia menunggu tapi Sandra tak juga sadar dari pingsannya.

Baru seminggu mereka menikah. Baru seminggu ini kontrakan mungil dan sederhana itu mereka tempati. Mereka terlihat benar-benar bahagia. Bagi Ircham, Sandra bagaikan bidadari bermata jeli layaknya Bunda Khadijah. Meski sejak awal Ircham sudah tahu tentang penyakit Sandra tapi melihat Sandra terlihat bahagia, Ircham pun tak terlalu risau. Tapi kali ini, dia merasa bahwa Sandra akan meninggalkannya. Diingatnya lagi masa-masa bahagianya dengan Sandra.

Di suatu pagi, mereka sedang duduk berhadapan. Sandra terlihat cemas. Ini masakannya yang pertama. Tapi Ircham makan dengan tenang.

”Mas?” hati-hati Sandra bertanya.

Tak ada reaksi.

”Boleh nambah?” tanyanya seraya melirik Sandra yang masih terlihat cemas.

Nambah? Berarti masakanku ... enak? batin Sandra.

”Mas Ircham ! Bikin jantungan aja!” protes Sandra seraya mencubit pinggang suaminya tercinta.

Ircham tertawa melihat muka Sandra yang merah padam karena Ircham menggodanya.

Setiap hari yang terlihat di rumah kecil itu adalah keceriaan wajah Sandra, juga gurauan-gurauan kecilnya. Terkadang Sandra terlihat seperti anak kecil yang manja yang membuat Ircham hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah lucu Sandra. Tapi kadang juga bagaikan wanita dewasa yang menyenangkan baginya layaknya seorang ibu.

Dan kini wajah yang selalu bersinar bagai rembulan itu terdiam dalam tidur panjangnya.

Ah ... Sandra ... aku masih ingin merangkai cinta-Nya bersamamu ...

***

Sandra membuka matanya. Begitu banyak selang infus melilit tubuhnya. Di tepi ranjang, Ircham tertidur lelap memeluk mushaf kecil.

Ya Allah ... jika Engkau berkehendak aku tetap tinggal bersamanya, ijinkan aku membahagiakannya. Aku ingin melihatnya tertawa ... sekali lagi ya Rabb.

Air matanya mengalir perlahan.

Tiba-tiba ...

Ircham terbangun. Senyum mengembang dari bibirnya begitu melihat Sandra sudah sadar. Ircham hendak memanggil dokter. Tapi ...

Sandra memegang tangannya. Menyuruhnya untuk tetap disampingnya. Ircham mencium tangan istrinya. Matanya terlihat berkaca-kaca.

”Aku mungkin tak bisa mendampingimu lagi. Tak bisa memasak lagi untukmu. Tak bisa mencucikan lagi pakaianmu. Tak bisa lagi menjadi jamaahmu dalam tahajud kita ... Tapi berjanjilah untuk tetap hidup ... demi cinta-Nya yang akan kita rangkai bersama.”

Butiran bening mengalir dari mata Ircham. Pertahanannya jebol. Ircham menangis di depan istrinya yang terkulai lemah.

”Mas Ircham kok menangis ... Seharusnya kita bersyukur pada Allah, Mas. Bukankah ini cara Allah mencintaiku?!”

Ircham mencium punggung tangan isterinya itu dengan lembut.

”Kau ingin mengucapkan sesuatu untukku, Mas?”

Ircham menggenggam erat tangan istrinya itu. Dipandanginya wajah cantik istrinya.

Bidadariku ... aku ingin kau tetap disini, bersamaku. Maukah engkau?

”Sandra ... aku sungguh sangat mencintaimu ...” seketika ada kelegaan yang terbersit di hatinya.

Sandra tersenyum bahagia.

Kata-kata itulah yang selalu kutunggu selama ini, Mas. Akhirnya ...

”Mas, tersenyumlah untukku.” suara Sandar terlihat bergetar.

Ircham pun tersenyum.

Ya Rabb ... aku takkan bisa menemui senyum seperti ini lagi ...

”Mas, maukah engkau mengabulkan permintaanku?”

***

Gundukan tanah merah itu masih basah. Satu persatu orang yang takziah mulai beranjak pergi hingga tinggal dua orang yang masih setia berdiri di tepi nisan yang masih baru itu. Ircham dan Bayu.

Sandra Eliza Haris

binti Haris Setyawan

Lahir 18-10-1986

Meninggal 19-04-2006

Kemudian Ircham beranjak pergi meninggalkan pemakaman itu. Kini tinggal Bayu sendiri. Dipandanginya nisan itu. Hatinya remuk.

Ya Rabb, terima kasih. Lewat mata Sandra, Engkau membuatku bisa melihat warna pelangi yang pernah padam sesaat di hatiku. Berilah dia tempat yang baik di sisi-Mu ya Rabb ...

Hujan rintik-rintik mulai membasahi tanah merah itu.

Dan lelaki itu menangis.

***

Di satu sisi yang lain ...

Surakarta, 18 April 2006

Untuk kekasihku,

Ircham Pramudya

Assalamu’alaikum ...

Mas Ircham, maafkan aku yang tak bisa lagi mendampingimu, tak bisa lagi mengisi hari-hari indahmu (semoga penggantiku kelak lebih baik). Maafkan, jika selama ini, aku tak bisa membuatmu bahagia. Jika saja Allah berkehendak, aku ingin sekali tinggal lebih lama bersamamu, di sampingmu. Seperti keinginanmu, kita akan merangkai cinta-Nya bersama. Tapi Allah lebih tahu yang terbaik buatku, buat kita. Kita harus bersyukur, Mas.

Mas, tetaplah hidup ... demi cinta-Nya yang dulu pernah kita rangkai .. walau hanya sesaat.

Aku juga mencintaimu, Mas.

Wassalamu’alaikum ...

Cintamu,

Sandra

Matanya sudah basah oleh air mata.

Sandra, aku masih tetap ingin mencintaimu. Tak ada yang bisa menggantikanmu. Ijinkan aku tetap memiliki rasa ini. Maafkan aku …

Wednesday, September 10, 2008

“Pindang Kecap”

Beberapa hari di rumah, lagi suenenggg banget masak “Pindang Kecap” hihi … gampang kok buatnya. Bahan utamanya ya jelas Ikan Pindang. Trus bumbu-bumbu biasa kayak bawang merah, bawang putih, garam, gula merah, kecap, cabai merah/ hijau, tomat, (kalo suka ya dikasih moto dikit aja) plus jahe dan air secukupnya

Cara membuatnya mudah:

Ikan dibersihkan dulu trus kalo udah digoreng biar lebih empuk waktu disayur. Kalo udah mateng, angkat dan tiriskan.

Nah, sambil nunggu, siapin bumbu tadi. Bawang merah + putih, cabai diiris tipis.

Siapkan wajan, kasih minyak dikit aja. Setelah minyak panas, masukkan irisan bawang n’ cabai tadi, goreng. Trus masukin garam secukupnya, gula merah yang udah disisir, tomat yang udah diiris kecil, jahe secukupnya. Kalo suka kasih moto dikit aja. Ups jangan lupa dikasih air secukupnya, jangan banyak-banyak ntar nggak enak. Sama kecapnya sekalian. Kalo udah cukup harum, masukkan ikan pindang yang udah digoreng tadi. Aduk-aduk biar merata bumbunya. Biar lebih cepet mateng, tutup wajannya, biarkan beberapa menit, kalo udah matang, angkat dan tuang dalam mangkok. Jadi deh, Pindang Kecap ... hemmmm ... jadi pengen lagi nih ... hihi ...

Sama juga sih kalo masak ceker ayam kecap, tapi biasanya nggak usah pake jahe. Enak lho!

Ada yang satu selera sama aku? Hehe ...

Selamat mencoba ... ^_^ V

Banci Oh Banci

10 September 2008

Beberapa hari yang lalu, saat dalam perjalanan dari Purworejo menuju kota Solo naik Supravit Merah. Kala itu saya sedang berhenti di lampu merah di Jogja (lewat dalam kota, saya kurang tahu nama jalannya, dekat SMA BOPKRI Joga). Di pinggir jalan ada dua banci (saya menyebutnya banci saja), yang satu memakai baju ala penyanyi band “Duo Maia” dan yang satunya memakai kebaya biasa lengkap dengan kerudungnya. Biasanya saya sering lihat salah satunya memang suka mangkal di lampu merah jalan itu. Saya cuma bengong aja melihatnya. Sebenarnya bukan pemandangan aneh, tapi saya geli campur kasihan aja melihatnya. Geli melihat dandanan aneh gitu, tapi kasihan melihat mereka yang belum bisa bersyukur atas pemberian Alloh. Wawallahu’alam.

Sebenarnya nggak cuma di jalan itu, di lampu merah yang lain saya kerap melihat pemandangan yang sama meski berbeda pelakunya. Kadang saya berpikir, apa mereka (yang jadi banci) bisa tenang menjalani hidupnya sebagai seorang banci? Gimana sholat mereka, pakai mukena atau cuma sarung? Hehe … yah, meskipun saya tidak bisa men-generalisir bahwa mereka semua dengan “senang hati” hidup sebagai seorang banci. Mungkin ada beberapa yang terpaksa karena nggak punya penghidupan lain selain hidup sebagai banci. Ada juga yang karena terlalu akrab dengan lingkungan banci hingga membuatnya memutuskan merubah “pemberian” Yang Di Atas. Meski ada juga yang memang merasa fitrahnya 99 % adalah wanita (1 % masih ada ke-lelaki-annya hehe ..).

Yah, terlepas dari semua alasan mereka-mereka yang mulai menjalani hidup sebagai seorang banci, sudah seharusnya lah kita sebagai seorang manusia yang beriman menyadari bahwa apa yang diberikan oleh Alloh kepada kita adalah hal terbaik, dan sudah sewajarnya kita bersyukur dengan belajar menerima diri kita apa-adanya.

Alhamdulillah, beberapa waktu yang lalu ada tayangan berita yang menyatakan bahwa KPI (Komisi Penyiaran Indonesia, kalau nggak salah singkatannya begitu) melarang penayangan sosok banci di beberapa stasiun TV. Harus diakui, hampir 2 tahun ini sosok “banci” adalah sosok “terlaris” di TV. Bagaimana tidak? Hampir seluruh stasiun TV menayangkan program yang menonjolkan sosok banci yang biasanya bersifat komedi. Bahkan ada yang menjadikannya sebagai “ikon” dunia entertainment. Sampai-sampai ada yang tadinya mau berubah menjadi lelaki sejati, kalau anda mencermati salah satu tayangan TV, sekarang malah menjadi banci seutuhnya karena tuntutan program penayangan di salah satu stasiun TV. Saya malah berasa muak melihatnya. Di lain sosok, ada yang mempunyai penghasilan hingga berjut-jut dan menjadi popular karena sosok ke-banci-annya. Hiiyyy!!! Bahkan ada yang dulunya sama sekali jauh dari image “banci”, eh sekarang malah sangat menikmati peran banci. Dunia sudah benar-benar terbalik. Coba lihat salah satu program sinetron di satu stasiun TV swasta yang ditayangkan malam hari (jam efektif belajar anak-anak) yang aktor utamanya adalah anak lelaki tapi masih balita (usianya sekitar 3-4 tahun). Penampilan anak tersebut memang sangat lucu dan menggemaskan tapi cerdas alias banyak akal. Tapi sangat disayangkan, di tayangan tersebut seringkali menampilkan anak kecil tersebut dengan dandanan wanita, mulai dengan memakai wig wanita hingga memakai kerudung. Secara tidak langsung, hal tersebut bisa saja kelak mempengaruhi psikis anak lelaki yang notabene masih sangat kecil untuk menjadi ”seorang banci”. Anak sekecil itu saja sudah ”dilatih” menjadi seorang banci, tidak bisa dibayangkan bagaimana jadinya saat ia dewasa? Akankah hal itu terbawa hingga dewasa nanti?

Saya sih setuju banget kalau KPI melarang penayangan sosok banci. Karena harus diakui, efek sosok banci di TV bisa sangat mempengaruhi penonton TV. Apalagi anak-anak kecil yang notabene bisa sangat mudah meniru apa yang mereka lihat. Masih ingat demam sekaligus tragedi ”Smackdown” yang menimpa anak-anak SD hingga menyebabkan kematian? Tragis sekali bukan?! Jangan sampai terulang lagi kejadian serupa dimana anak-anak kecil (lelaki) harus menjadi ”korban” dari tayangan TV yang tidak mendidik seperti ”penonjolan sosok banci”. Bisa dibayangkan jika kemudian jumlah lelaki yang berubah menjadi banci atau bertingkah kebanci-bancian bertambah dari hari ke hari. Karena kita bukan negara ”banci” !

Fitrahnya anak kecil itu memang suka meniru apa yang mereka lihat, apalagi jika menurut mereka itu dianggap menyenangkan. Apalagi program TV yang menayangkan sosok banci adalah saat jam-jam anak bisa menonton TV dengan leluasa. Penonjolan sosok banci yang lucu dianggap sangat menarik bagi anak-anak sehingga dengan mudah mereka ”mengaplikasikan” dalam kehidupan sehari-harinya seperti kala bermain dengan teman-temannya. Hal ini sangat mengkhawatirkan, karena bisa saja hal tersebut akan terus terbawa dalam masa tumbuh-kembang mereka kelak. Secara psikis akan mempengaruhi tingkah laku mereka saat dewasa nanti karena saat masih kecil sudah mulai terbentuk frame berpikir tentang sosok banci.

Oleh karena itu, alangkah lebih baik jika penonjolan sosok banci tidak terlalu berlebih-lebihan (lebih baik lagi dihapus saja) dan diganti dengan tayangan yang lebih mendidik. Karena penayangan program-program TV yang menonjolkan sosok ke-banci-banci-an, menurut saya, adalah program yang sangat tidak mendidik. Bagaimana bangsa ini bisa sukses atau maju jika tayangan-tayangannya adalah semacam itu? Apalagi terkhusus untuk para ”lakon-lakon” banci, apakah tidak berpikir bahwa tingkah yang kebanci-banci-an bisa menimbulkan efek yang kurang baik terhadap penonton (khususnya anak-anak kecil)?

Yang lebih penting adalah bahwa seharusnya kita bisa bersyukur dan menerima fitrah kita, baik sebagai seorang lelaki ataupun wanita. Lelaki adalah lelaki, dan wanita adalah wanita. Alloh telah menciptakan sedemikian rupa, maka kita harus menjaganya dengan tidak merubah ”sesuatu” yang memang seharusnya tak boleh dirubah. Wawallahu’alam bishowab.


Surat Pembaca buat Ikhwah Pengantar Dzakiya

Bisa-bisa mati kehausan nih …”

Niat jualan nggak sich?”

Mending pindah ke tampat lain deh ...”

Entah untuk yang ke berapa kalinya, saya mendengar banyak sekali keluhan tentang pelayanan Dzakiya di NH. Termasuk saya pribadi pun juga mengeluhkan hal yang sama.

Saya udah mulai berlangganan air minum galon Dzakiya sejak pertama kali masuk kampus sekitar tahun 2004 pertengahan. Kebetulan pesennya di masjid NH (UNS), yang menyediakan jasa air minum Dzakiya. Dan jujur ya, saya amat sangat cocok banget dengan rasa air minum yang satu ini. Enak bener! Dibandingkan dengan beberapa air minum yang lain, yang bagi saya kadang ada yang berasa pahit, berbau “something”, de el el. Dzakiya pas di lidah deh… hehe…

Kalau dihitung-hitung, berarti udah hampir 4 tahun lebih saya berlangganan Dzakiya. Awalnya sih seneng-seneng aja dengan pelayanannya. Tapi lama-kelamaan, males banget buat pesen Dzakiya. Bagi saya, juga beberapa teman-teman yang lain yang berlangganan air minum serupa, pelayanannya kian lama kian jelek aja. Bikin lari pelanggan. Bahkan beberapa teman dan kakak tingkat saya di FE dulu juga pindah ke air minum galon merk yang lain karena pelayanan si pengantar air yang kian lama kian nggak memuaskan. Tapi nggak tahu juga ya, meski pelayanannya menuai banyak keluhan, tetap aja saya setia sama air minum yang satu ini. Mencoba masih bisa sabar …

Bayangin aja, pesen hari Senin, baru diantar 4-5 hari setelahnya, itupun harus diingetin lebih dulu. Air minum udah bener-bener habis, air-nya nggak datang-datang. “Pembunuhan” perlahan-lahan nih … glekkk!!! Sampai-sampai, beberapa hari yang lalu, salah satu temen saya yang kebetulan udah pesen air galon tadi tapi nggak diantar-antar hingga hampir 4 hari “mengancam” ikhwan pengantar air Dzakiya NH (kebetulan temen juga sih). Kurang lebih gini katanya, “kalau sampai jam 5 sore nanti, airnya nggak dianter tolong bawakan 2 es buah. Dan kalau sampai nanti malam nggak dianter juga, tambahan 2 mangkuk bakso.” Hehehe … Rupanya “ancaman” temen saya tadi ampuh! Beberapa menit kemudian airnya langsung dianter oleh salah satu takmir NH. Please deh akhi, masa harus pakai ancaman kayak gitu, baru dianter???

Di episode yang lain, sewaktu kost saya masih di Ngoresan, ada kejadian lebih menggelikan lagi (menggelikan ato menyebalkan ya??). Saya dan temen kost, pesan 2 galon Dzakiya ke NH, namun hingga hampir 2-3 hari nggak dianter-anter. Setelah diingetin, baru dianterin siangnya. Eh, tiba-tiba sore harinya 2 ikhwan NH datang lagi mengantarkan 2 galon Dzakiya!!! Hiekkk!!! Siapa yang pesan coba?? Udah gitu, si ikhwan-nya pake nada bicara dan pasang muka agak cemberut lagi (mungkin karena harus membawa pulang lagi 2 galon yang cukup berat tadi, hihi … siapa suruh coba?), bikin kita nggak enak hati dan merasa kasihan. Akhirnya dengan “senang hati” 2 galon yang diantar tadi kita beli deh … Kasihan kalo musti dibawa pulang lagi. Lagian pengantar-pengantar air tadi juga salah sih, emangnya nggak ada koordinasi di pengelola sendiri? Gini nih, kalau menganggap enteng masalah pelayanan pelanggan. Ck … ck… Pas pesen, berhari-hari nggak dianter. Eh, nggak pesen, malah diantar 2 kali. Fiuuhhh …

Itu hanya beberapa kisah tentang pelayanan air galon. Maaf sebelumnya, disini saya nggak mengeluhkan masalah Dzakiya-nya (bagi saya produsen Dzakiya is the best lah hehe), tetapi masalah pengantar airnya yang kebetulan orang-orang (takmir) NH.

Yah, saya rasa pelayanan juga adalah hal yang sangat penting dalam memberikan kepuasan pelanggan. Coba deh, lihat di buku-buku Manajemen Pemasaran. Justru bila dibandingkan dengan target volume penjualan, pelayanan jauh lebih penting! Kalau masalah pelayanan saja dianggap enteng alias nggak penting, bagaimana konsumen bisa tetap ”loyal” dengan produk??? Mustahil bin ajaib deh ...

Kalaupun pengantar (penyedia jasa) tadi beralasan bahwa stok air habis, apakah tidak bisa dengan memberitahukan ke pelanggan, sehingga saya dan pelanggan-pelanggan lain tidak terdzalimi, terkatung-katung menunggu air datang, entah untuk waktu yang berapa lama ... Menyedihkan sekaleee ... hiks hiks ... Apa sih susahnya SMS or langsung datang ke tempat pelanggan, secara jaman sudah lebih canggih. Ya nggak?!

Apalagi yang sangat disayangkan, penyedia jasa air minum tersebut adalah ikhwah, yang notabene adalah ”pelayan umat”. Jadi saya pikir, mereka sudah terbiasa melayani orang, ya tho? Tapi kok kenyataannya ... Mestinya mereka juga tahu bagaimana ”melayani” pelanggan dengan baik. Katanya pelanggan adalah ”raja” ? jangan sampai mendzalimi pelanggan lebih besar, karena membiarkan pelanggan dalam ”ketidakpastian” menanti produk. Itu kesalahan fatal, menurut saya. Kasihan kan, apalagi konsumen udah bener-bener kehabisan air ... mau minum apa? Minum dari bak mandi? Maaf, mungkin terlalu ekstrim. Tapi ini kenyataan. Harus ada perubahan! Now or Never!

Begitu banyak keluhan yang datang, apakah kemudian hanya sekedar numpang lewat saja? Nggak adakah solusi dari keluhan-keluhan pelanggan tadi? Bahkan seolah-olah saya lihat, kok pelayanannya makin buruk saja merski sudah ”diperingatkan” beberapa pelanggannya.

So, ada baiknya kita berbenah diri. Pelajaran buat kita semua. Jangan sampai ketika kita mempunyai usaha penyedia jasa (apapun), kita malah merugikan/ mendzalimi pelanggan kita atas pelayanan yang diberikan. Jangan sampai terbentuk image buruk bagi usaha kita hanya karena hal-hal seperti tadi. Sayang sekali. Bisa-bisa semua pelanggan kita lari.

Dan dengan berat hati, akhirnya mulai kemarin saya memutuskan untuk pindah langganan ke tempat penyedia jasa yang lain. Kebetulan kemarin malam nggak sengaja ketemu bapak-bapak pengantar air Dzakiya dan langsung deh saya pesen. Alhamdulillah langsung diantar malam itu juga, disaat saya benar-benar membutuhkan air minum utnuk menghilangkan dahaga saya dan mengembalikan cairan tubuh. Hehe ...

Meskipun ada yang bilang ”Mbok jangan pindah ke yang lain, kan ikut memakmurkan usaha ikhwah juga tho?”. Bikin saya ketawa aja. Saya akan dengan senang hati ikut memakmurkan usaha ikhwah dengan menjadi salah satu pelanggannya, dengan catatan : pelayanan terhadap konsumen adalah yang paling utama!

Apapun itu, semoga kedepannya bisa menjadi lebih baik. Mari belajar dari pengalaman di sekitar kita. Sehingga membuat kita tambah berkualitas. OkaY!

Buat para ”pengantar air di NH”, afwan jiddan saya nggak bermaksud menjelek-jelekkan, tapi insya Alloh ini adalah demi kebaikan bersama, keberlangsungan usaha ikhwah. Semoga bisa lebih baik! Amien.

Dzakiya is the best deh!!! (hehe ... tendensius neeh ..)

Butuh seumur hidup untuk melupakan bayangannya ...

Mbak, aku sudah berusaha menghapus bayangannya dari hidupku, tapi kenapa harapan itu masih selalu ada? Karena dia pernah begitu berarti bagiku mbak ...”

Begitu salah satu adik tingkatku mencurahkan kegalauan hatinya padaku tentang seorang lelaki bernama ikhwan ...

Hemmm ... lagi-lagi masalah ikhwan (apa bakwan? Ups ... maaf)

Kata bijak, hanya diperlukan waktu semenit untuk menaksir seseorang, sejam untuk menyukai seseorang dan sehari untuk mencintai seseorang tetapi diperlukan waktu seumur hidup untuk melupakan seseorang.

Bener kan?

Memang butuh waktu yang sangat lama untuk bisa melupakan seseorang yang pernah hadir dalam kehidupan kita, apalagi pernah mendapat tempat spesial di hati kita ... deuuu ... rasa-rasanya nggak pengin ngelupain, ya kan?

Tapi pernah berpikir nggak sih, mungkin saja seseorang itu sudah melupakan kita? Lalu buat apa mengingat-ngingatnya dalam benak kita? Apa pantas kita bersedih hanya untuk orang itu?

Ada teman yang pernah bilang, kalo pengin melupakannya, cari saja kejelekan orang itu. Hehe ... ekstrim? Menurutku wajar-wajar saja, justru mungkin ketika kita tahu kekurangan orang itu, bisa sedikit merubah perasaan kita padanya, memupus rasa yang seharusnya nggak pernah ada. Bukan bermaksud untuk menjelek2kan orang itu kalee!

Memang butuh waktu lama, tapi yakinlah Alloh kan beri kelapangan hati kita jika kita memang berniat untuk itu. Bukankah tujuan kita mencari keridhoan Alloh..?

Yakin deh, mungkin memang bukan saat ini waktu yang tepat bagi kita untuk bertemu dengan seseorang yang tepat. Tapi suatu saat, akan ada seseorang yang akan pantas kita cintai hanya karena Alloh ...

Jalani apa yang sekarang ada di hadapan kita. Karena Alloh pasti akan selalu berikan yang terbaik untuk kita, meski kadang terasa pahit dan getir di hati. Tapi sesungguhnya itulah anugerah indah yang telah Alloh berikan pada kita. So, ngapain musti mikirin orang yang belum tentu juga mikirin kita???

Karena yang seharusnya selalu ada dalam pikiran dan hati kita adalah Alloh ...

Ya Rabbana, jika aku jatuh hati,

jagalah hatiku padanya agar tidak

berpaling pada hati-Mu ...


Boleh nggak aku suka sama dia?

“mbak, boleh nggak sih suka sama seseorang?” Begitu seorang adik tingkat-ku bertanya padaku. Kujawab aja, “boleh kok.. ”

Sudah menjadi fitrah bahwa seorang manusia bisa menyukai orang lain. Apalagi sama lawan jenis. Normal en nggak dilarang. Yang dilarang malah kalo kita sama sesame jenis, hombreng ??? hiyyy … na’udzubillah …

Hanya saja ketika kita suka sama seseorang itu, kita juga gak bisa maksain perasaan yang sama darinya. Belum tentu kan dia menyukai kita juga. So, kita harus bisa ber-legowo menerima kenyataan kalo memang ”cinta bertepuk sebelah tangan” hehe ... karena itu hak tiap orang untuk bisa suka sama orang lain atau sebaliknya.

Tenang aja, jodoh nggak bakal ketuker ..hehe ... kalopun dia adalah jodoh kita kelak, maka dia akan datang di saat yang tepat. Saat yang tepat untuk sebuah rasa cinta yang tepat karena cinta itu hadir di jalan Alloh dan tumbuh karena Alloh. Segala sesuatu akan terasa indah pada waktunya bukan?? Hee ...

Lagipula kalopun emang kita suka ama seseorang, mau ngapain? Mau nembak? Kalau emang sudah siap, silahkan tembak saja! Tapi siap menembak, siap ditolak juga kan? Yaaa ... yang namanya menyukai seseorang kan ada dua kemungkinan, diterima or ditolak! So, kita juga musti siap kan kalau memang pada akhirnya cinta bertepuk sebelah tangan. Hiks ..hiks... nggak papa hilang 1 tumbuh 1000 ...hehe ...

Tapi haruskah rasa suka itu mengalahkan rasa cinta kita kepada-Nya? Oh, NO!!!

Seharusnya kita bisa menempatkan rasa cinta kita kepada Alloh di atas segalanya, karena yakinlah suatu saat kita akan mendapat yang lebih dari-Nya. Yakin deh, cinta kepada Alloh nggak bakalan bertepuk sebelah tangan ... nggak percaya? Coba aja!

Once more, pantaskah kita bersedih untuk seorang makhluk lemah seperti manusia? Karenanya, jangan pernah menggantungkan harapan pada seorang manusia sedangkan manusia itu sendiri adalah selemah-lemahnya makhluk.

Alloh lah tempat kita menancapkan hati, tempat kita memuja cinta, tempat kita menuai rasa ... dan kepada-Nya lah kita berserah diri.

Ya Allah, jika Kau halalkan aku merindui kekasih-Mu, jangan biarkan aku melampaui batas sehingga melupakan aku pada cinta hakiki dan rindu abadi hanya kepada-Mu...