Monday, June 6, 2011

little bit

Dulu setiap dia punya masalah, selalu datang pada saya. Dan saya selalu menerimanya dengan tangan terbuka. Selalu. Saya dengarkan ceritanya, saya (mencoba) menenangkan bathinnya, give a chance for solution. Saya hanya mencoba memposisikan diri saya sebagai seorang teman, sahabat. Saya senang ketika dia percaya pada saya, bukankah sahabat adalah tentang pada siapa kita mempercayakan rahasia ? Saya pinjamkan bahu saya untuk sandarannya, saya buka telinga lebar-lebar untuk mendengarkan dia menceritakan kisah panjangnya.

Tapi semua berubah sejak saat itu …


Suatu ketika saya datang padanya, dengan hati yang benar-benar gelisah dan menyimpan sebuah masalah. Saya benar-benar kalut dan bingung, harus pada siapa saya meminta nasehat? Mungkin ada saat-saat saya berada pada titik nadir, tak kuat memendam kegelisahan dalam kesendirian saya. Meski sebenarnya saya bukan tipe orang yang ingin “merepotkan” orang lain dengan masalah saya, karena saya hampir selalu menelan sendiri pahit yang saya rasakan. Saya berusaha menyelesaikan masalah saya sendiri, semampu saya.

Yaaahh, kalo boleh dibilang saya ini tipe orang yang suka memendam masalah sendiri. Saya berusaha menyelesaikannya sendiri, tanpa perlu membebani orang lain dengan masalah saya. Egois? Entahlah, mungkin karena saya tumbuh sebagai pecinta sunyi dan senang berteman sepi. Tetapi sebaliknya, saya selalu membuka lebar-lebar tangan saya untuk memeluk kesedihan teman saya, siapapun dia. Termasuk dia.

Lalu saat itu saya berpikir, mungkin ada baiknya saya datang padanya dan meminta nasehat sekedar mengerem kegelisahan hati saya. Saya selalu bersangka baik padanya, karena saya mengenalnya sebagai seorang teman yang baik. Saya percaya kalau mendengarkan suaranya saja, mungkin hati saya sedikit tenang. Mungkin.

Saya datang hanya meminta tempat berteduh saja, tapi apa reaksinya?
Dia menolaknya!
Kenyataan yang membuat saya tertawa.
Dan kecewa.
SANGAT KECEWA.
Pahit yang harus saya telan sendiri.

Rasa ditolak oleh seorang teman baik LEBIH MENYAKITKAN daripada permasalahan yang sedang saya hadapi.

Saya hanya datang untuk sekedar memintanya mendengarkan, hanya mendengarkan sedikit saja kegelisahan saya. Saya hanya meminta sedikit saja nasehatnya, tak bolehkah? Saya nggak meminta materi atau apapun itu namanya. Benar-benar penolakan yang menyakitkan. Hal yang akhirnya membuat saya sadar tentang apa yang sebenarnya kami jalin selama ini. Ukhuwah? Bullshit!!! Ternyata ukhuwah hanya tentang deritanya.

Setidaknya saya akhirnya tahu dan percaya bahwa di dunia ini memang nggak ada yang abadi, termasuk TEMAN.


Sungguh, saya nggak pernah meminta imbalan untuk apapun yang sudah saya lakukan untuknya. Ketika saya mau mendengarkan semua cerita dan semua keluh kesahnya, saya hanya berpikir bahwa “mungkin inilah yang dapat saya lakukan untuknya, meski tidak dapat menyelesaikannya masalahnya tapi saya berharap dengan saya mendengarkannya, setidaknya bebannya berkurang”. That’s what a friend are for …? Semoga Alloh mencatatkan kebaikan di dalamnya. Itu saja, tak pernah sedikitpun saya meminta balasan yang sama.

Menyesal berteman dengannya? Tidak.

Saya tidak pernah menyesal ketika memutuskan untuk menjalin pertemanan dengan siapapun. Meski pada akhirnya ternyata saya merasa tersakiti. Karena selalu saya tanamkan dalam diri saya bahwa teman itu tanpa pamrih apapun. Buatlah ia nyaman (tidak hanya aman) jika di dekatmu.

Tapi kenyataan membuat saya benar-benar terkejut. Sesuatu yang tak pernah saya sangka sebelumnya.

Setelah kejadian itu, semua yang pernah kami jalin terhenti begitu saja. TERPUTUS. Dia berhenti menjalin komunikasi dengan saya. Entah karena dia malu atau memang sudah malas berteman dengan saya. Saya pun enggan untuk menghubunginya lagi. Saya nggak berharap untuk bisa kembali seperti semula. Karena jujur, rasa kecewa saya pun terlalu besar untuk sekedar menyapanya lagi. Lebih dari itu, saya malu untuk mengganggunya lagi dengan kedatangan saya. Atau lebih tepatnya, saya hanya memberinya waktu untuk melupakan saya. Biarlah kami dengan kehidupan kami sendiri-sendiri. Saya tak akan mengganggunya lagi, tak akan!

Sejak saat itu, saya bersumpah, saya tak akan pernah datang lagi padanya. Saya tak akan pernah lagi mengganggunya dengan kehadiran saya dalam kehidupannya. Biarlah saya menjadi masa lalunya dan biarlah waktu mencatat apa yang pernah terjadi diantara kami, pahit dan manis sekalipun. Maaf, saya benar-benar tidak akan peduli lagi. Sulit bagi saya untuk kembali seperti semula. Sulit.

Kalau saya ingat lagi, saya pengen ketawa aja. Kadang, saya pengen menertawakan diri sendiri. Kenapa? Karena kadang saking polos dan bodohnya, saya mau aja percaya sama orang. Ah biarlah semua itu menjadi sebuah kenangan dalam hidup saya. Belajar untuk lebih hati-hati, agar kecewa tak merajai diri. Belajar untuk tidak terlalu berharap lebih terhadap kehadiran seseorang dalam hidup saya, siapapun itu. Karena saya tahu, bahwa mereka pun tak abadi. Mereka akan datang dan pergi, tanpa saya tahu kapan, kenapa dan bagaimana.

Bukan kebetulan bahwa saya bertemu, berteman dengannya lalu berpisah. Semua itu sudah tercatat dalam satu garis takdir. Takdir kami berdua. Saya hanya perlu mengambil hikmahnya saja, belajar menjadi lebih dewasa. Kecewa itu manusiawi, tapi kalau sudah terjadi mau apa lagi? Cukuplah menjadi kebodohan yang tak perlu saya ulangi lagi.

Saya jahat?
Kejam?
Ah, terserahlah kalian mau bilang apa.
Saya nggak peduli.
NGGAK AKAN PERNAH PEDULI, LAGI!


but, I have to say thank you for her … give me a little bit.

@06062011 ditemani Believe Me-nya Fort Minor

4 comments:

  1. mbak... maaf y... jika dalam bersaudara fin jg kayak begituh :h:

    ReplyDelete
  2. Ya, penolakan, utamanya dari orang yang menjadi tempat kita menitipkan harap, cinta, perhatian, dan kasih sayang, itu lebih menyakitkan daripada masalah yang dihadapi.

    Pelajaran hidup yang paling berharga sekaligus paling berat buat saya pribadi adalah ya itu tadi.. "berharap sama manusia itu ada kalanya berakhir kecewa". Sampai sekarang aja rasanya ane belum sembuh bener tuh...

    Benar-benar Allah itu Maha Pencemburu...
    wew, jadi curcol... XD

    ReplyDelete
  3. cuma satu bagian yg saya kurang... ehm.. kalo di bilang ga setuju jg bisa...
    bagian kamu bersumpah tidak akan pernah....

    well... never say never hon... hope u wont regrat to say it :)

    Semoga kelak Allah mempertemukanmu dengan seseorang yang bisa menjadi teman, sahabat sekaligus pendamping terbaik untukmu sist... :)

    ReplyDelete
  4. saya juga pernah ngalamin hal yang serupa.
    dan tertawa gulingguling kalo mengingat semuanya.
    haha....

    ReplyDelete

berkomentarlah yang baik dan sopan, terima kasih.