Sunday, November 2, 2008

Jangan Tolak Cintaku episode 2

nih sambungannnyaaaaaaaaaaa ........................................



“Nak, kalau kau tak betah di sana, berhenti saja lah. Ibu tak apa-apa. Ibu masih sanggup membiayai adik-adikmu. Jangan terlalu dipaksakan.”
“Segera menikahlah, Nak. Biar ada yang menjagamu. Ibu tak mungkin menjagamu terus menerus.”
…..
Kata-kata itu masih terngiang-ngiang di telinga Karima hingga kini. Ibu sudah hampir pulih dari sakitnya. Kata dokter yang merawatnya, Ibu hanya sedikit kelelahan bekerja dan harus banyak istirahat. Tapi Ibu tetaplah Ibu, yang tidak terlalu memperdulikan peringatan dari dokter untuk bedrest beberapa hari. Ibu tetap menjahit seperti biasa, apalagi pesanan jahitan semakin banyak. Ibu sering melembur pekerjaannya hingga tengah malam tanpa memperdulikan kesehatannya yang semakin memburuk akhir-akhir ini. Ketika Karima pulang, Ibu selalu menanyakan kapan akan menikah. Dan Karima hanya bisa terdiam mendengar pertanyaan Ibunya itu. Sebenarnya Karima ingin segera menggenapkan dien-nya tapi dia ingin konsentrasi dulu dengan kondisi ibu dan ketiga adiknya. Karima tahu bahwa mereka masih sangat membutuhkannya. Jadi untuk masalah menikah, Karima tak terlalu memperdulikannya.
Langkah kecilnya perlahan menyusuri jalan kecil dekat taman kota. Hari ini Karima hendak pulang kembali ke rumah keluarga Hermawan untuk bekerja seperti biasanya.
Ya Allah … aku akan kembali lagi ke rumah besar itu.
Karima mendesah pelan.
Tiba-tiba …
Ada dua orang laki-laki menahan langkah kakinya hingga membuatnya terkaget-kaget.
Ya Allah ... Mereka mau apa ?
Kemudian salah seorang dari mereka maju dan menodongnya dengan sebuah pisau lipat.
”Cepat serahkan uang dan perhiasanmu!”
Astagfirullahal’adzim ... Ya Allah, tolonglah hamba-Mu ini.
Karima mundur beberapa langkah ketika lelaki berkacamata hitam itu mencoba mendekatinya.
Tiba-tiba ...
”Beraninya cuma sama cewek?”
Karima menoleh.
Panji ... ?
Kedua laki-laki itu terlihat kesal melihat kedatangan Panji karena telah mengacaukan rencana jahat mereka pada Karima. Dan tak lama kemudian perkelahian sengit pun terjadi dengan jumlah tidak seimbang, satu orang melawan dua orang. Tapi Panji berhasil mengatasi ketiganya. Tak sulit bagi Panji, yang merupakan atlet taekwondo ban hitam di kotanya, untuk mengalahkan kedua pemuda yang hendak mengeroyoknya. Panji mencengkeram kerah si kacamata hitam dan menatap tajam matanya.
”Ini untuk yang pertama dan terakhir!”
Akhirnya kedua penjahat itu kabur. Sementara Karima tak beranjak dari tempatnya berdiri. Sepertinya gadis berjilbab hijau muda itu masih terlihat kebingungan.
Panji membalikkan badannya.
”Mereka sudah pergi. Ayo pulang.” ajak Panji dengan suara lebih lunak tanpa melihat ke arah Karima.
Pulang?
Panji melangkahkan kakinya menuju mobilnya.
Haruskah aku satu mobil berdua saja dengannya ...?
Akhirnya Karima terpaksa mengikuti langkah Panji menuju Jeep kesayangan Tuan Muda-nya itu.
”Terima kasih .... sudah menolongku.” ucap Karima pelan ketika Panji hendak men-starter mobilnya.
Panji hanya tersenyum tipis.
***
Sejak kejadian di taman kota itu, baik Panji maupun Karima sedikit mengambil jarak. Keduanya mulai terlihat jarang berinteraksi meskipun Karima tetap bekerja melayani majikan muda-nya itu seperti hari-hari biasa. Mulai dari menyiapkan sarapan pagi hingga menyediakan baju yang akan dipakai Tuan Muda-nya itu. Namun Karima sadar bahwa bagaimana pun juga Panji tetaplah lelaki sehingga Karima berusaha membatasi interaksinya dengan sang majikan muda. Karima tetap berusaha menjaga batas-batas hubungan antara laki-laki dan perempuan meskipun dalam pekerjaan.
Pagi ini Karima sedang menyirami dan memotong beberapa tanaman yang mulai tumbuh liar di taman belakang rumah majikannya. Karima tampak gembira dengan pekerjaannya itu.
Tiba-tiba Panji datang menghampirinya.
”Rima, aku ingin bicara.”
Karima menghentikan pekerjaannya sementara. Kepalanya menunduk.
”Rima, aku jatuh cinta padamu.”
Karima kaget mendengar pengakuan majikan mudanya itu.
”Menikahlah denganku ...”
Karima terpana mendengarnya.
”Aku serius.”
Karima merasa pipinya bersemu merah. Dan hatinya teraduk-aduk tak karuan.
”Aku butuh jawaban darimu, Rima.”
Karima mundur beberapa langkah karena jarak mereka sebelumnya begitu dekat. Dan Karima belum mampu mengeluarkan kata-kata dari mulutnya. Mulutnya serasa terkunci rapat.
Atas dasar apa engkau mencintaiku? Kita berbeda, Tuan Muda.
”Maaf, saya tidak bisa.”
”Kenapa?” tanya Panji setengah tak percaya.
Tak terasa butiran bening perlahan mengalir dari kelopak mata indah milik gadis cantik itu. Karima menundukkan kepalanya, tak ingin Panji mengetahui yang sebenarnya.
Kita berbeda, Tuan Muda. Dalam hal apapun ...
***
Meskipun Karima telah menolak cintanya, Panji tetap tak kenal menyerah. Panji tak pernah melewatkan kesempatan yang ada untuk menyatakan cintanya kembali kepada gadis pujaannya itu.
”Kenapa kau menolakku?”
”Apakah karena aku lebih muda dua tahun darimu?”
”Apa karena aku majikan dan kau pembantuku?”
”Apa aku bukah lelaki yang diharapkan oleh seorang gadis berjilbab sepertimu?”
”Aku akan berubah jika kau mau ...”
”Please, jangan tolak cintaku ...”
Kata-kata itu selalu terngiang di telinga Karima. Karima tahu Panji adalah lelaki sempurna. Tampan, cerdas, dan segala kebutuhannya terpenuhi. Tapi Karima sadar bahwa Panji terlalu sempurna untuk dimiliki. Dia sadar dengan posisinya sebagai seorang asisten pribadi majikan mudanya itu.
Akhirnya Karima memilih keluar dari pekerjaan sebagai asisten pribadi Panji. Selain karena sudah mendapatkan pekerjaan tetap sebagai guru di salah satu TK swasta terkenal di kotanya, meskipun berbeda jauh dengan latar belakang kelulusannya dari Fakultas Ekonomi dulu, juga karena Karima ingin menghindar dari majikan mudanya itu. Karima ingin menghapus kenangannya bersama lelaki yang pernah menjadi majikannya itu. Meskipun gajinya menjadi guru TK tak lebih besar dari gaji yang diterimanya sewaktu masih bekerja di keluarga Hermawan, tetapi Karima merasa nyaman dengan kondisi di tempatnya bekerja sekarang. Apalagi Karima sangat menyukai anak-anak kecil seusia TK. Dan semenjak keluar dari pekerjaannya, Panji benar-benar kehilangan jejak Karima. Panji berusaha mencarinya tapi tak pernah ditemukannya sosok gadis manis berjilbab lebar yang pernah singgah di hatinya. Dan selama itu pun, Panji tak pernah bisa melupakan Karima karena Karima adalah cinta pertama baginya.
Namun akhirnya ...
Lima hari yang lalu, Panji tak sengaja bertemu Karima di TK tempat Karima mengajar. Kenangan lama pun bersemi kembali. Apalagi baik Panji maupun Karima, ternyata masing-masing masih sendiri, belum menemukan jodoh yang tepat untuk mendampingi hari-hari mereka.
Ya ... manusia memang tak kan pernah tahu apa yang digariskan oleh Tuhannya.
***
Dalam sujud panjangnya di keheningan malam ….
“Ya Rabb … haruskah aku menerimanya? Aku takut jika keputusanku memilihnya, ternyata aku telah jatuh cinta kepadanya lebih dulu. Hanya engkau yang mengetahui hatiku, hanya Engkau yang mengetahui niatku. Aku ingin mencintainya karena-Mu. Jika Engkau ijinkan, maka satukanlah kami dalam sebuah bahtera … Berilah yang terbaik untuk kami semua …”
”Kalaupun dia bukan jodoh terbaik bagiku dan aku bukan yang terbaik untuknya ... maka berikan kami jalan yang terbaik ...”
Tak terasa rintik-rintik kecil mengiringi istikharahnya malam ini. Dan malam ini adalah malam terakhir Karima ber-istikharah, meminta petunjuk-Nya. Lima hari yang lalu ketika Panji datang menemui Karima di tempatnya bekerja, Panji mengajukan pinangannya kembali.
“Aku bersungguh-sungguh, Karima. Insya Allah, lima hari lagi aku akan datang melamarmu.”
Dan kini Karima sudah menemukan jawabannya.
***
Panji, lelaki tampan yang kaya itu, kini sudah berubah menjadi sosok lelaki sholeh yang mendambakan wanita seperti Fatimah binti Muhammad. Panji terlihat lebih dewasa, baik dari segi pemikiran maupun penampilan. Waktu telah banyak mengubahnya untuk belajar tentang arti sebuah hidup dan berjuang. Tentang Islam.
Namun Panji tetaplah Panji, lelaki yang tak pernah menyerah meski cintanya telah ditolak berkali-kali oleh asisten pribadinya sendiri, Karima. Waktu dua tahun lebih ternyata tak mampu menghapuskan keinginannya untuk meminang wanita berparas ayu itu. Panji tetap bertekad untuk meminang kembali wanita yang dianggapnya punya prinsip yang teguh. Kali ini Panji begitu yakin bahwa dia telah datang di saat yang paling tepat.
Kini Panji sedang berhadapan dengan Karima dan Ibunya.
”Saya ... saya kesini ingin melamar putri Ibu.”
Please, jangan tolak cintaku !
***
Epilog
Surakarta, 7 Januari 2008.
Ilaa Akhi Panji,
Assalamualaikum warahmatullah ...
Sebelumnya saya ucapkan jazakumulloh khoiron katsir atas pinangan antum beberapa waktu yang lalu. Saya sungguh merasa sangat tersanjung. Tapi saya mohon maaf, saya tidak bisa menerimanya. Saya tahu antum telah banyak ”belajar” tentang arti hidup ini, belajar menjadi ikhwan (seperti yang antum katakan). Tapi kita berbeda, akhi. Berbeda dalam banyak hal ... Dan saya rasa antum sudah memahami yang saya maksud. Banyak yang jauh lebih pantas dari saya untuk bisa bersanding dengan seorang Muhammad Panji Hermawan. Tentang jodoh, hanya Alloh Yang Maha Tahu.
Mohon diikhlaskan atas segala khilaf saya.
Wassalamualaikum warahmatullah...
Karima
Lelaki itu tersenyum tipis setelah membaca bait-bait penolakan untukknya.
Kita memang berbeda, Tuan Putri ...
Lelaki itu tertunduk dalam diam.
Karena aku hanyalah pungguk .... Sedang engkau rembulannya ....
Mata beningnya berkaca-kaca.-end-


Sebuah kisah cinta yang mungkin terasa” aneh” bagi sebagian orang,
Solo, Januari 2008 Last edited 07.00 WIB

No comments:

Post a Comment

berkomentarlah yang baik dan sopan, terima kasih.