Wednesday, November 9, 2011

dua



Pagi menyapa, membawa sebuah bayangan

Hitam samar.




Bahkan dalam jarak yang semakin membentang

Jauh. Sangat jauh.



……………………………………………………………………………………………………………

Bohong kalau kubilang, aku sudah tak peduli.
Aku masih peduli.
Memang, pernah kucoba untuk tak peduli lagi
Tapi ternyata aku tak bisa
Hanya akan menertawai diriku sendiri

Kamu temanku.


Aku ingin menolongmu, tapi aku tak tahu bagaimana caranya.
Mungkin aku terlalu bodoh untuk memahami perasaanmu
Tapi, bukankah sudah kucoba?
Meski kau tak menyambutnya, meski aku hanya bisa memelukmu dalam do’a

Bahkan kau tahu, yang kuhadapi jauh lebih sulit darimu.
Jauh lebih berat.
Tapi kenapa kau tak bergeming?


Apa kau sedang mempertahankan harga dirimu?
Di depanku ...?
Ah, itu hanya akan melukaimu.
Melukaiku, juga.

Sekarang, apa yang harus kulakukan?
Katakan, aku harus apa?

Harus diamkah saja melihatmu membeku?
Haruskah aku menjadi makhluk egois (lagi)?
Haruskah kubiarkan kita semakin jauh?

Aku ingin menolongmu.
Bukan karena kamu harus ditolong, tapi .....
Kamu temanku.
Temanku.

Aku tak peduli, berapa banyak luka yang kuterima
Berapa banyak air mata yang harus kusembunyikan dalam hujan
Bahkan aku tak peduli tentang mulut-mulut tajam itu
Tapi aku akan peduli, jika kau hanya diam seperti ini
Jika kau menyimpan lukamu sendiri
Jika kau bahkan enggan untuk meminta padaku

Berapa lama lagi aku harus menahan rasa sesak melihatmu seperti ini?
Aku sedih melihatmu, seperti ini.
Sedih.

Rasanya ...
Aku ingin merangkul bahumu, aku ingin memelukmu
Akan kubiarkan kau bersandar padaku
Akan kudengarkan semua ceritamu
Apapun itu, jika membuatmu lebih tenang
Dan nyaman.




Kau tahu dengan pasti, dari dulu (bahkan hingga detik ini) kita hanya berdua.

Dua.

Lalu, haruskah kita berhenti sampai disini?



*hujan menyamarkan rintik kecil dalam sebuah wajah
Kubikel, 10-11-2011
gambar dari googling danbo

4 comments:

berkomentarlah yang baik dan sopan, terima kasih.