Sunday, February 7, 2010

Saya, Menangisi Seorang Perempuan

Jam 02.36 Waktu Indonesia Barat

*ditemani fall again-nya glen lewis*

Beberapa waktu terakhir saya habiskan untuk menulis dan mengupload beberapa hasil corat-coret di tangan. Menulis apa saja, tentang sebuah hari, tentang seseorang, atau tentang waktu. Sekuat tenaga saya cari semua yang bisa membuat tangan saya bergerak, menuangkan debit-debit kata ke dalam rangkaian kalimat. Kadang lepas, kadang mengalir tak beraturan.

Dan beberapa waktu terakhir ini, saya memutuskan untuk menulis segala tentang perempuan. Atau segala tentang saya, tepatnya? Maybe.

Dan semalaman ini, saya menangis tersedu. Hingga akhirnya saya putuskan untuk menulis catatan kecil ini.

Ketika secara tak sengaja, saya membuka-buka photo album salah satu saudara saya. Terpaku saya dapati foto seorang perempuan yang hampir 2 tahun sudah tak pernah saya temui secara fisik. Beliau sedikit banyak mempengaruhi kehidupan saya. Beliau, simbah putri saya. Yang saya tahu, bagaimana pun yang namanya perempuan tetaplah perempuan. Apa perlu saya jelaskan kalimat ini? Tidak. Cukuplah saya saja yang memaknainya.

Lama saya pandangi foto itu, dengan air mata yang tak henti mengalir. Mungkin pagi nanti, mata saya bengkak .

Beliau, meskipun saya sudah kuliah, masih sering memberi saya sangu kalau saya berangkat ke kota tempat saya kuliah. Memberi saya nasehat, meski kadang saya hanya membalasnya dengan kata "iya" atau sekedar anggukan untuk menyenangkan hatinya.

Hingga akhirnya beliau jatuh sakit, stroke, meskipun pada akhirnya beliau bisa tetap berjalan dengan dibantu sebuah tongkat. Saya, terkadang, merasa kasihan dan ingin menangis melihat beliau dengan sosoknya yang kurus kering dan kondisi yang agak memprihatinkan. Ah, banyak penderitaan yang beliau alami, secara fisik dan psikologis, singkatnya mungkin seperti itu. Tak perlu saya ceritakan secara detail.

Hingga akhirnya, Alloh berkenan memanggilnya kembali.

Sungguh, hingga saat ini saya (kadang) masih tak percaya kalau beliau sudah tak ada di dunia ini.

Dan yang amat saya sesali, saya belum meminta maaf atas apa yang (mungkin) pernah saya lakukan padanya. Bahkan untuk terakhir kalinya, saya tak sempat memandang wajahnya dan tak sempat menghantarkannya ke peristirahatan terakhirnya. Saya menyesal.

Foto itu, membuat dada saya sesak.

Mata saya pun tak dapat diajak kompromi, bendungan ini jebol. Saya luruh dalam sesaknya rindu pada seorang perempuan tua. Simbah putri.

Alloh, semoga Engkau berkenan mengampuni dosa-dosa Beliau dan memberikannya tempat terbaik di sisi-Mu.

Saya tergugu ...
Nanda kangen denganmu, Mbah ...
Maafkan Nanda ...


Jogja, saat air mata ini terus mengalir di hampir sepertiga malam ...
Kuuntai doa, untukmu.

No comments:

Post a Comment

berkomentarlah yang baik dan sopan, terima kasih.