Wednesday, July 6, 2011

Karena Aku Sahabatmu, Rey

“Hana!!!”
Rey berlari kecil menuju ke arah seorang gadis berjilbab biru langit yang dipanggilnya Hana. Hana menoleh tepat ketika Rey telah sampai di hadapannya.
“Ssttt… Kukenalin sama seseorang, yuk?!” ucap Rey setengah berbisik di telinga Hana.
Disamping Rey ada seorang lelaki tampan.
“Hana, ini temen baruku. Temen baru kita. Namanya Raka. Dia pandai melukis lho!” Rey mengenalkan lelaki disampingnya.
Laki-laki berkacamata minus itu mengulurkan tangannya tapi Hana menyambutnya dengan tangkupan kedua tangan di dadanya. Lelaki itu paham.
“Raka.” ucapnya singkat.
Oh .. Tuhan ... kenapa sosoknya semakin cantik saja ... meski terbungkus rapat oleh kain lebar itu ... batin laki-laki itu.
Hana tersenyum. Kaku.
Ah… kenapa aku harus ada di antara mereka. Bodoh!!
***

Sore yang tak begitu cerah. Di luar jendela gerimis-gerimis kecil tampak semakin indah dengan lukisan pelanginya. Dan Hana masih setia di meja belajarnya. Matanya menerawang jauh ke luar jendela, mencoba meniti pelangi di hatinya. Hana memainkan pena di tangannya. Dan otaknya mulai memaksa untuk mengeluarkan slide-slide kecil yang istimewa.
Hana lahir sebagai bayi …
Tangis bahagia mengiringi kelahirannya di dunia. Tapi kebahagiaan itu hanya sekejap karena Allah telah memilihkan takdir untuknya dan untuk sang Bunda. Allah lebih menyayangi Bundanya. Dan Hana hanyalah bayi, yang hanya tahu bahwa ketika keluar dari gua garba sang Bunda, tugasnya adalah membawa sebuah tangis bahagia. Tapi ternyata kali ini ada tangis sendu mengiringinya. Hana masih beruntung, di sekelilingnya ada 4 lelaki tampan yang selalu siap berperan menggantikan Bundanya, seorang ayah dan 3 kakak lelakinya. Satu-satunya wanita berhati lembut yang dikenalnya hanyalah Bibi Sumi, pembantu di keluarga Hana. Karena dari wanita tua itulah, Hana mulai mengenal siapa wanita yang melahirkannya.

Hana tiga belas tahun …
Hana mulai remaja. Posturnya sudah mencapai 168 cm walau baru kelas 2 SMP. Hana tumbuh menjadi gadis tomboy yang keras, tapi pendiam. Satu lagi, Hana mewarisi kecantikan wanita yang telah melahirkannya. Tapi Hana tetaplah sosok dingin tanpa kata-kata dan tanpa ekspresi. Ya, Hana menjadi gadis pendiam, bahkan terkesan angkuh bagi sebagian teman-temannya.


Hana dan putih abu-abu …
Hana telah menjadi gadis remaja yang cantik dengan segudang kelebihan. Mulai dari atlet taekwondo yang pernah mengikuti beberapa kejuaraan bahkan hingga tingkat nasional, hingga menjadi aktivis KIR (Karya Ilmiah Remaja, sebuah program ekstrakurikuler di SMA-nya yang bergerak di bidang keilmiahan). Cerdas, tangguh tapi hatinya masih beku. Hatinya masih belum mau disentuh oleh sesuatu yang abstrak bernama cinta.
Hingga suatu ketika …

Hana menghela napas. Pedih.
Mulai tumbuh bunga-bunga liar di hatinya. Dan Hana ternyata membiarkannya hingga bunga-bunga itu merekah indah dan memenuhi ruang hatinya. Bunga-bunga liar itu telah menjelma menjadi sebuah taman firdaus di hatinya. Taman yang membuatnya selalu tersenyum kala ia bersedih dan membuatnya selalu menangis kala ia bahagia. Karena taman itu bernama cinta. Tepat di usianya yang ketujuh belas, Hana telah memutuskan untuk jatuh cinta. Meski ia sempat ragu apakah keputusannya untuk melabuhkan hatinya pada seorang makhluk bernama lelaki adalah keputusan yang tepat. Karena ia takut terluka ... karena cinta.

Jatuh cinta?

Oh… Sweety! batin Hana.
Hana dan Cintanya …
Cinta. Cinta ternyata telah melunakkan karang di hati seorang Hana. Di hati yang tak pernah disentuh oleh cinta seorang lelaki tampan. Karena hatinya telah penuh dengan cinta 4 lelaki yang selama ini telah menemani hari-harinya. Cinta dan kasih sayang yang telah diberikan oleh Ayah serta ketiga kakak lelakinya, Bang Hendy, Bang Hafidz, dan Bang Haryo, begitu besar dan tulus hingga terkadang Hana merasa tidak perlu lagi mencari cinta yang lain. Dia telah mendapatkan semuanya di sana.
Namun suatu ketika, Hana bertemu seorang lelaki tampan yang baik hati. Bibit cinta yang disemainya tak bertepuk sebelah tangan. Lelaki tampan itu, dialah yang menghampirinya dan menawarkan bahunya untuk bersandar.


Mata gadis itu berkaca-kaca.
Romantisme lima belas januari …
Pagi yang cerah, di sebuah sudut taman kota, ada dua makhluk duduk terdiam membisu. Membiarkan desiran angin yang berbicara.
Gadis itu masih saja memandangi selembar kertas berwarna biru langit yang di sudut kanan bawahnya terlukis setangkai lotus putih yang cantik. Gadis itu menghela napasnya yang terasa berat. Gadis itu menoleh ke arah pemuda yang duduk di sampingnya. Kedua pasang mata itu pun bertemu pandang.
Mata itu … batin pemuda itu lagi.
Gadis itu mengalihkan pandangannya. Dan pemuda itu pun mengikuti gerak matanya.
“Hatiku di lotus putih itu, dan engkaulah lotus putih itu” ucap pemuda itu.
Gadis itu terdiam. Dan tanpa disadarinya, ada dua butiran bening di pelupuk matanya.
Kenapa menangis, Bidadari kecilku … tanya pemuda itu dalam hatinya.
Sekali lagi pemuda itu menoleh. Ditatapnya kedua bola mata gadis manis disampingnya. Lagi-lagi pesona mata sang gadis membuatnya tertegun cukup lama.
Mata yang cantik … ada sebuah binar di sana… batin pemuda itu lagi.
Dua pasang mata itu bercahaya, menyiratkan sebuah bahasa bernama Cinta.

Mata Hana berkaca-kaca. Ditepisnya kenangan-kenangan itu. Hana tak ingin mengingatnya lagi.
Aku menginginkannya. Dia juga … Menyesalkah aku?
Hingga setengah jam berlalu, Hana masih termenung di meja belajarnya. Kertas berwarna biru langit yang di sudut kanan bawahnya terlukis setangkai lotus putih yang masih terlihat cantik, kini ada di hadapannya. Sudah hampir satu tahun lebih kertas itu disimpannya tapi masih tetap terlihat bersih dan cantik. Hana menemukannya kembali dalam tumpukan file-file lama di atas rak bukunya.
Hatinya berdesir ketika membaca kembali kata-kata yang tertulis di lembaran itu.
Hana, tahukah engkau …
Saat ini aku hanya mempunyai satu sayap untuk terbang, meraih cinta yang selama ini hanya diangan. Dan aku masih membutuhkan satu sayap lagi. Hingga akhirnya kutemukan pada seorang bidadari bermata jeli. Maukah engkau memberikan satu sayap itu padaku, duhai bidadari? Kita akan terbang bersama ...

with love,
Raka

Gombal !!! Tapi kenapa aku percaya ?
Dulu kata-kata itu telah menyentuh hatinya, membuatnya selalu merindukan sang Pangeran. Tapi kali ini Hana ingin merobeknya dan membuangnya jauh-jauh. Hana menyandarkan tubuhnya.
Ah ... betapa bodohnya aku waktu itu ... rutuknya dalam hati.
Karena pemuda di taman kota itu adalah teman baru Rey, si tampan Raka. Lelaki asing yang berhasil melunakkan karang di hatinya dengan lotus putihnya. Hana menghela napas. Ada gemuruh didadanya.
Dan gadis yang ada di taman kota itu adalah aku! Ya Rabb, bantu aku…
Di luar jendela, rintik-rintik kecil masih setia mengiringi lamunannya.
***

Reyvalina Ratna Handika.

Hana mengenal Rey ketika Ospek di kampusnya. Saat itu keduanya sama-sama satu kelompok. Pandangan Rey tentang Hana adalah dingin, cuek, jenius, simple tapi terkesan angkuh. Berbeda dengan Rey yang cerewet, periang terkadang kekanak-kanakan tapi supel. Tapi ada satu kesamaan yang dimiliki keduanya, sama-sama tomboy! Semula Rey segan untuk berkenalan apalagi bergaul dengan Hana. Tapi setelah Makrab Maru (Malam Pengakraban Mahasiswa Baru) pada hari terakhir Ospek, Rey mulai dekat dengan Hana. Dan di luar dugaan Rey, ternyata Hana tidak seangkuh yang dipikirkannya. Hanya saja mungkin karena Hana terlihat paling pendiam dan cuek, maka kesan yang muncul darinya adalah sikap angkuh. Tapi kesan itu telah memudar, setelah Makrab. Dan hingga semester kedua mereka kuliah, mereka telah menjadi sahabat dekat. Sifat Hana yang dingin dan cuek mampu mengimbangi sifat Rey yang cerewet, periang dan manja. Hana terlihat cukup dewasa dibandingkan dengan Rey. Kekaguman Rey terhadap Hana semakin bertambah ketika menginjak bulan keempat mereka kuliah, Hana memutuskan untuk berjilbab. Bahkan ikut aktif dalam organisasi dakwah di kampus mereka. Hal yang tak pernah dibayangkan sebelumnya. Tapi Rey tak pernah mempermasalahkan jilbab Hana, juga aktivitasnya di organisasi yang diikutinya. Bahkan Rey sangat mendukungnya. Tapi entahlah, sampai saat ini Rey belum berniat untuk mengikuti jejak Hana, berjilbab.
Tapi sekarang Hana merasa dunia ini benar-benar terasa sempit. Raka kembali hadir dalam hidupnya. Memberi sekat antara Rey dan dirinya.
Sehari sebelum Rey mengenalkan Raka pada Hana, Rey telah mencurahkan isi hatinya pada Hana.
“Ehm … gimana menurutmu, Han?” tanya Rey sambil tiduran.
Mata Rey menerawang langit-langit kamar kost Hana. Sementara Hana sibuk dengan komputer kesayangannya, mengerjakan laporan.
“Rey, kau tahu prinsipku untuk yang satu ini kan?”
Rey terdiam.
“Tapi ... kalau aku di posisimu, aku mau pacaran dengannya.”
Rey melongo, tak percaya.
“Setelah menikah!” ucap Hana sambil tertawa-tawa.
Blugg!!!
Sebuah bantal melayang ke arah Hana. Dan Hana hanya tertawa melihat Rey marah-marah.
Hana, maafkan aku. Aku belum bisa memahami prinsipmu yang satu itu. Tidak mau pacaran? Mungkin nanti, Han … batin Rey.
***

Sejak Rey mengenalkan Raka pada Hana, hubungan mereka menjadi semakin jauh. Hana seringkali berusaha menghindar bertemu dengan Rey sekaligus menghindar dari cerita-cerita Rey tentang Raka. Hana tahu cinta Rey begitu menggebu. Setiap saat yang dibicarakan Rey adalah lelaki itu. Rey yang tomboy sudah hilang, berganti dengan Rey yang suka sekali mematut diri di depan cermin. Dan Hana hanya bisa memendam perasaan di hatinya.
“He is my first love, Hana!” ucap Rey suatu saat.
Hana tak ingin merusak kehidupan Rey dengan cerita cinta dari masa lalunya. Bahwa Raka pernah mengorbankan segalanya untuk Hana. Bahwa Raka pernah membuat taman cinta di hatinya. Bahwa Raka pernah menawarkan bahunya untuk bersandar. Bahwa Raka lah yang mampu menyentuh karang di hatinya. Karena saat ini Raka adalah impian bagi Rey.
***

Di sebuah taman perpustakaan pusat kampus …
Sepi. Desiran angin sore menerpa jilbab lebar Hana.
“Mau apa kesini? Kita tak ada urusan kan?” tanya Hana dengan nada datar.
Bukankah kita sudah tak ada hubungan apa-apa lagi ... sejak kau memutuskan untuk kuliah di Sidney? Dan sungguh waktu itu aku tak sanggup jika harus berpisah darimu, kau tega meninggalkan kerapuhan di hatiku ... tapi sekarang? Aku ingin kau pergi menjauh dariku ... kurasa waktu itu aku telah membuat keputusan yang salah karena telah membiarkan engkau menawarkan bahumu untuk menjadi sandaranku ... Tak seharusnya aku menduakan cinta Rabb-ku.. Dan sekarang biarkan aku menghilangkan nama seorang Raka dihatiku. Kumohon, Raka ... pergilah !
“Aku ...” kata-kata Raka tertahan.
Raka melirik sekilas.
Dingin dan ... cantik. Tapi ...
Raka menyaksikan ada telaga bening di pelupuk mata jeli sang bidadari.
Engkau menangis lagi, Bidadariku ... seperti setahun lalu. Tapi aku tak bisa mengeja tangismu kali ini.
Hana menarik napas. Pelan.
“Saya ingin sendiri.” pintanya halus.
Saya ...? Terdengar asing ... batin Raka dalam hatinya.
Raka paham. Dia pun menyingkir, beranjak pergi dari tempatnya berdiri.
Maafkan aku, Hana … Sungguh, aku menyesal meninggalkanmu waktu itu. Andai aku bisa mengulang kembali. Tapi sepertinya itu tak mungkin bagiku, hatimu sudah benar-benar tertutup sekarang. Dan kau pasti masih sangat membenciku ... karena pernah meninggalkan sebuah kata kecewa di hatimu.
Raka berhenti sejenak, menatap sosok pujaan hatinya cukup lama. Kemudian perlahan lelaki berkacamata minus itu melangkahkan kakinya, meninggalkan Hana yang sedang berkubang dalam kesendiriannya.
***

Lima hari yang lalu, tanpa sengaja, Rey menemukan lembaran kertas bergambar lotus putih yang dibuat Raka untuk Hana. Rey benar-benar kaget. Hatinya hancur seketika, serasa tak percaya dengan semua fakta yang ada di hadapannya. Dan Hana tak mampu berbuat apa-apa karena Rey sudah terlanjur kecewa. Rey selalu menghindar jika bertemu Hana. Rey benar-benar memutuskan persahabatannya dengan Hana. Rey merasa Hana telah membohonginya. Rey yang selalu mengagumi Hana karena keteguhan prinsipnya dalam menjalankan Islam dengan kaffah, meski dia belum bisa mengikuti Hana sepenuhnya. Tapi sekarang? Ternyata Hana pernah berhubungan dengan Raka, lelaki yang kini selalu membersamainya dan mengisi hari-harinya.

Surakarta, 15 Januari 2008 …
Rey memutuskan untuk pindah kuliah ke Jakarta. Dia ingin sekali menjauh dari segala kenangan yang mengingatkannya pada Hana dan Raka. Dan hari ini adalah hari terakhir Rey di Solo. Hati Hana bertambah kalut ketika tahu Rey akan pergi ke Jakarta. Hana merasa sangat bersalah. Hana bertekad untuk menyelesaikan masalahnya dengan Rey, hari ini juga sebelum Rey berangkat ke Jakarta.
Hana mengendarai Shogun-nya dengan kecepatan tinggi. Hatinya benar-benar gelisah. Pikirannya hanya tertuju pada Rey, sahabat dekatnya.
Rey, sebegitu bencikah engkau terhadapku ? Tidak adakah tempat untukku lagi di hatimu? Apakah aku terdakwa yang tak punya hak untuk membela diri?

Dari sudut matanya, tetesan bening meluncur deras.
Kenapa tak mendengarku? Kenapa tak memberiku kesempatan? Bukankah kita adalah sahabat?

Ketika sampai di belokan di dekat Sahid Raya Hotel, dari arah depan ada sebuah Kijang melaju dengan kecepatan tinggi pula. Hana terlambat menyadarinya. Dan tabrakan tak dapat terhindarkan lagi. Tubuhnya terpelanting dan menghantam jalanan beraspal. Bau anyir darah mulai tercium.
“Rey …” ucapnya lemah.
Tangan kirinya menggenggam dua buah amplop berwarna biru langit yang terkena percikan merah. Hana merasakan matanya hendak terpejam lama.
Duhai Allah, sampaikan salamku untuk Rey … Maafkan aku …
***

“Hana!!!” teriak Rey.
Mimpi…
Tubuh Rey berkeringat. Rupanya Rey bermimpi buruk tentang Hana. Tiba-tiba jantungnya berdetak lebih cepat. Dan pikirannya kacau.
Kenapa aku bermimpi tentang Hana? Benarkah aku memben ... ci .. nya .. ?
Hana menoleh ke arah jam dinding. Masih ada waktu sekitar 3 jam untuk ke stasiun. Rey terpaku di tempat tidurnya. Di luar, hujan mengguyur bumi Surakarta.
***

Gundukan tanah merah itu masih basah. Dan satu persatu orang yang takziah mulai beranjak pergi hingga tinggal dua orang yang masih setia berdiri di tepi nisan yang masih baru itu.
Hana Sukmayanti
binti Hermawan
Lahir 18-10-1986
Meninggal 15-01-2008

Rey mencoba menahan tangisnya.
“Hana, maafkan aku… semua karena aku…” ucapnya lirih.
Rey berdiri. Ditatapnya Raka dari balik kacamata hitamnya.
“Maafkan aku. ”
Raka hanya terdiam.
“Oh ya… Terima kasih sudah hadir dalam kehidupanku.” ucapnya seraya tersenyum getir dan mulai beranjak pergi.
Meski seharusnya ... engkau tak perlu hadir dalam kehidupanku ...
Kini tinggal Raka sendiri. Dipandanginya nisan biru langit sang Bidadari. Hatinya remuk. Separuh nyawanya terhempas.
Hana, akulah yang salah atas semua ini. Kenapa aku begitu bodoh. Maaf, jika aku telah memaksamu. Aku telah kehilangan dirimu, Bidadariku…
Raka mencoba menahan gemuruh di dadanya.
Aku bahkan tidak tahu apakah aku mampu bertahan … setelah kepergianmu.
Hujan rintik-rintik membasahi tanah merah itu.
Dan lelaki tampan itu menangis.
***

Dalam sebuah gerbong kereta api eksekutif jurusan Surakarta-Jakarta ...
Buat Rey-ku tersayang ...
Rey, kau tahu? Kau telah banyak membuatku berubah. Aku tahu, semua orang yang mengenalku pasti menganggapku keras kepala, dingin, dan cuek. Kau tahu kenapa? Karena aku tak pernah bisa mengenal ibuku. Yang kutahu hanyalah bahwa dia adalah orang yang melahirkanku. Tapi disekelilingku ada lelaki yang mencintaiku, 3 kakak lelakiku dan ayahku. Dan aku senang sekali Rey, karena takdir Allah mempertemukanku denganmu.
Rey, mengenai Raka. Aku memang mencintainya. Tapi itu dulu. Dan kertas itu memang pemberian Raka. Tapi percayalah Rey, aku sudah melupakannya. Aku tidak bermaksud membohongimu. Karena kau tahu pasti tentang prinsipku yang satu itu kan? Aku bahkan menyesal jika mengingat masa laluku itu, aku menyesal pernah menduakan cinta Rabb-ku. Maaf karena aku tak menceritakannya padamu, aku hanya tidak ingin mengungkit masa laluku. Trust me!
Rey, meskipun engkau membenciku, namun seumur hidupku aku tetap akan mencintaimu. Karena aku sahabatmu, Rey.
Semoga Allah mempertemukan kita di Firdaus-Nya sebagai orang-orang yang saling mencintai karena-Nya. Aku akan sangat merindukanmu, Rey. Selamat tinggal, Rey… (Jangan lupakan aku ya …)

Sahabatmu,
Hana

Rey terisak.
I love you too, Hana.” ucapnya lirih.
Jilbab Rey basah oleh air mata.
Terima kasih, duhai Allah …
***

Di satu sisi yang lain ...
Surakarta, 14 Januari 2008
Buat : Raka yang baik
Raka, maafkan aku. Aku tidak ingin kembali ke masa laluku. Semua sudah berakhir. Bukan karena aku masih membencimu. Tapi karena aku tidak ingin menduakan cinta Rabb-ku ... Kuharap engkau pun bisa mengerti prinsipku ini. Aku benar-benar ingin berhijrah, Insya Alloh. Tapi terima kasih sudah pernah hadir dalam hidupku. Karena aku bisa belajar banyak hal darimu.
Raihlah hidayah itu, Raka. Belajarlah lebih banyak tentang arti hidup ini.

Hana

Mata Raka berkaca-kaca.
Aku ingin meraihnya, duhai Alloh ...
***

By : ucixholic
Pernah dimuat di majalah SAHABAT edisi 27-28 Th IV No.4

2 comments:

berkomentarlah yang baik dan sopan, terima kasih.