Saturday, April 9, 2011

Tentang Dia

“Dulu aku pernah menyukai seorang perempuan. Tidak lembut, tapi menenangkan batinku. Pendiam, tapi aku tahu dia menyimpan sesuatu. Ceria, tapi senang menyendiri. Dia begitu menyukai ketenangan, atau lebih tepatnya sepi. Pesonanya hangat.”

Tetapi kami berdua tetap teman biasa.
Tak ada apapun diantara kami, yang harus diderivasikan dalam sebuah ikatan.
Untuk apa?

Kami mempunyai kehidupan sendiri-sendiri.
Tetapi aku sempat merasakan kebimbangan luar biasa, tentang sesuatu diantara kami.
Ketika orang mulai bertanya-tanya, ada apa diantara kami?
Rupanya, mereka mulai menangkap bola mata kami yang tak biasa ketika saling bertemu dalam jarak beberapa meter saja.

Gesture yang tercipta diantara kami pun diartikan dengan sesuatu yang tak biasa.
Serba salah jadinya.
Ah, apa yang harus kujelaskan?
Karena memang tak ada apa-apa diantara kami.
Tak ada yang istimewa.

Pun kami berdua tak pernah sekalipun berbicara tentang perasaan, diantara kami.
Tak pernah ada pengakuan secara lisan maupun tertulis tentang semua perasaan diantara kami.
Biarlah, aku menyimpan ceritaku sendiri.
Dan kubiarkan dia melangkah pergi, jika memang kami tak harus bertemu dalam satu cerita yang sama.

Lalu, bertahun-tahun pun berlalu.
Memutuskan cerita yang pernah tertulis dalam hubungan pertemanan kami.
Aku sengaja menjauh darinya, meninggalkan semua kenangan yang pernah tercipta diantara kami.
Meski itu adalah sesuatu yang biasa.
Ternyata sejauh apapun aku pergi darinya, tak bisa kuhilangkan bayangan perempuan itu dari hatiku.
Inikah yang sebenarnya terjadi?
Hingga suatu kali kupinta padanya, “Maukah kukenalkan pada Ibuku?”
Dia hanya diam.
Entahlah, aku tak tahu pasti apakah dia mempunyai perasaan yang sama denganku atau tidak.
Dia bilang, “Kau ingin berkomitmen denganku?”

Kali ini aku yang diam, gamang.
“Kenapa kau diam?” tanyanya lagi.
Kutatap sekilas, tak sengaja mata kami bertemu pandang.
Kulihat ada sesuatu berkaca-kaca di matanya.
Kenapa dengannya?
“Bagiku, komitmen adalah ikatan pernikahan. Bukan yang lain. Ini pilihan. Pergi dariku atau ikat aku dengan akad yang jelas di hadapan ayahku.”

Ternyata, kau … Ah!

Mari kita lihat, sebaik apa Tuhan melukis takdir kita!

No comments:

Post a Comment

berkomentarlah yang baik dan sopan, terima kasih.