Tuesday, April 12, 2011

Keping Beku

Di depan sebuah pintu.

Sejenak Medelina terpaku. Seorang lelaki yang selama ini sangat dirindukannya, datang menghampirinya kembali. Lelaki itu berdiri tegap memandang jauh kedalaman matanya. Sesaat lamanya keduanya bertatapan. Betapa Medelina ingin sekali menghambur dalam pelukannya. Tapi langkahnya tertahan. Hatinya terasa masygul.

Sorot mata ini ...

”Boleh aku masuk?” tanyanya menyadarkan Medelina.

Medelina tergagap.

”E ... si ... silahkan.”

Ya Alloh, apakah ini nyata?

Keduanya saling membisu di ruang tamu. Sepanjang itu, Medelina hanya terdiam menunggu Randy mengajaknya bicara. Namun berkali-kali diliriknya, lagi-lagi hanya ekspresi datar yang ditangkapnya.

Kenapa diam saja? Bicaralah, Mas ...

Keduanya tampak kikuk. Hanya hati yang saling bicara. Mungkin karena hampir sebulan mereka tak bertemu. Ketika bertemu ternyata sudah banyak yang berubah. Randy sudah bisa berjalan dengan tegap, tidak lagi menggunakan kursi roda. Dan Medelina, perempuan itu terlihat semakin tirus saja. Matanya pun sedikit layu. Terlalu banyak beban yang harus dipikirkannya.

Ya Rabb ... Wajahnya yang dulu selalu berseri-seri, kini terlihat semakin pucat dan tirus. Apa ini karena aku? Oh ... betapa berdosanya aku ... Tetapi wajahnya terlihat semakin tegar saja. Betapa aku selama ini tak pernah mencoba memahami dirinya, memperhatikan kondisinya, meninggalkannya sendirian. Suami macam apa aku ini ... Randy merutuki dirinya sendiri.

Kenapa membiarkanku lemah sendirian, Mas...

”Ada yang ingin kukatakan padamu.”

Suara bariton itu kini terdengar asing di telinganya.

Apa kau benar-benar ingin pergi jauh dariku?

”Saya ... ada yang ingin saya katakan juga.”

Saya ?

Kalimat itu seakan memperlebar jarak antara mereka.

”Saya tahu kita memang berbeda jauh. Jadi, saya benar-benar ikhlas jika semuanya harus berakhir sampai disini saja.”

Sampai kapan begini … dari pandangan matanya, aku tahu perempuan itu terluka.

Medelina beranjak dari tempat duduknya. Melangkah ke dalam.

”Tunggu!”

Langkahnya tertahan. Randy juga beranjak dari tempat duduknya.

”Apa aku masih punya kesempatan?”

Deg!

Jantung Medelina berdegup lebih kencang. Ada sesuatu terasa ikut mengalir dalam aliran darahnya.

”Medelina ...”

Medelina membalikkan badan. Dan kini mereka saling berhadapan.

”Aku tak mau kehilanganmu lagi.“

Aku juga ... batin Medelina dalam hati kecilnya.

Medelina masih diam terpaku di tempatnya berdiri. Ada sesuatu yang mendesak ingin keluar dari pelupuk matanya. Matanya memanas.

”Bolehkah ... aku memelukmu?“

Medelina terisak. Randy merengkuhnya dalam pelukan. Pelukannya erat sekali, seolah takut ada yang mengambil paksa darinya.

Pastilah cinta… yang punya cukup daya, hasrat, kelihaian, kecerdasan, dan kebijaksanaan untuk menghadirkan engkau, aku, ruang, waktu, dan menjembatani semuanya demi memahami dirinya sendiri.*


*kutipan puisi Dee

sepotong episode kebekuan

4 comments:

berkomentarlah yang baik dan sopan, terima kasih.